Senin, 10 Oktober 2016

ASUHAN KEPERAWATAN PLASENTA PREVIA.



BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Perkembangan derajat kesehatan masyarakat suatu negara ataupun dalam suatu daerah dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakatnya dari waktu ke waktu. Kejadian kematian ini juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan  pelayanan kesehatan serta program pembangunan di sektor kesehatan (Depkes RI, 2006). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia  kematian  maternal merupakan jumlah wanita yang meninggal karena kematian yang berhubungan dengan gangguan kehamilan maupun  penanganannya, tetapi bukan karena kecelakaan atau kebetulan  selama masa kehamilan, melahirkan serta masa nifas tanpa memperhitungkan masa kehamilannya per 100.000 kelahiran hidup  (Depkes RI, 2009).  Menurut Chalik (2008) plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan sering terjadi pada usia di atas 30 tahun. Uterus yang cacat juga dapat meningkatkan angka kejadian plasenta previa.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup pada priode tahun 2003 sampai 2007.  Pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi,  yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup. Dari hasil survei tersebut terlihat adanya peningkatan angka kematian ibu di Indonesia (Depkes RI, 2009). Angka kematian ibu selama tahun 2006 sebanyak  237 per 100.000 kelahiran hidup. Dari total 4.726 kasus plasenta previa pada tahun 2005 didapati 40 orang ibu meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI, 2005). Sedangkan  pada tahun 2006 dari total 4.409 kasus plasenta previa  didapati 36 orang ibu meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI, 2006).
Plasenta previa adalah plasenta yang melekat pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh  jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan diatas usia 28 minggu  tanpa ada nyeri (Chalik, 2008). Penyebab terjadinya plasenta previa secara pasti sulit ditentukan namun ada beberapa faktor yang meningkatkan terjadinya plasenta previa seperti jarak kehamilan, paritas tinggi dan usia diatas 35 tahun (Prawirohardjo, Sarwono. 2008). Menurut hasil penelitian wardana (2007), plasenta terjadi 1,3 lebih sering pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan (multipara) dari pada ibu yang baru pertama kali melahirkan (primipara). Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk mendapatkan plasenta previa lebih besar. Pada ibu yang melahirkan dalam usia >40 tahun berisiko 2,6 kali untuk terjadinya plasenta previa. (Santoso. 2006). Plasenta previa juga sering terjadi pada kehamilan ganda dari pada kehamilan tunggal. Uterus yang cacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Ibu yang mempunyai riwayat secsio  sesaria minimal satu kali mempunyai resiko 2,6 kali untuk menjadi plasenta previa pada kehamilan selanjutnya. (Santoso, 2008)
Persalinan seksio sesarea merupakan metode persalinan yang menjadi pilihan pada penderita plasenta previa. Seksio sesarea merupakan salah satu faktor penting untuk menurunkan angka kematian ibu maupun janin (Decherney, Nathan, goodwin, Laufer, 2007). Persalinan seksio sesarea juga dapat menurunkan angka kesakitan pada fetus pada kasus kelainan letak (sungsang dan lintang),  serta kasus plasenta previa (Gant & Cunningham, 1999).  Oleh karena itu untuk mengurangi angka kematian ibu dan janin akibat perdarahan yang terjadi pada kasus plasenta previa perlu dilakukan persalinan seksio sesarea.

1.2         Rumusan Masalah
1.        Apa definisi Plasenta Previa?
2.        Apa saja klasifikasi Plasenta Previa?
3.        Apa  faktor resiko dan etiologi  Plasenta Previa?
4.        Bagaimana patofisiologi Plasenta Previa?
5.        Bagaimana WOC Plasenta Previa?
6.        Bagaimana manifestasi klinis Plasenta Previa?
7.        Bagaimana Komplikasi Plasenta Previa?
8.        Bagaimana Prognosis Plasenta Previa?
9.        Bagaimana pemeriksaan diagnostik Plasenta Previa?
10.    Bagaimana penatalaksanaan Plasenta Previa?
11.    Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan Plasenta Previa?


1.3         Tujuan
1.3.1      Tujuan Umum
              Memberi Asuhan keperawatan pada pasien dengan Plasenta Previa.
1.3.2      Tujuan Khusus
1.        Memahami definisi Plasenta Previa
2.        Memahami faktor resiko dan etiologi  Plasenta Previa
3.        Memahami klasifikasi Plasenta Previa
4.        Memahami patofisiologi Plasenta Previa
5.        Memahami WOC Plasenta Previa
6.        Memahami manifestasi klinis Plasenta Previa
7.        Memahami komplikasi Plasenta Previa
8.        Memahami prognosis dari penyakit Plasenta Previa
9.        Memahami pemeriksaan diagnostik Plasenta Previa
10.    Memahami penatalaksanaan Plasenta Previa
11.    Memahami Asuhan keperawatan pada pasien dengan Plasenta Previa.

1.4         Manfaat
1.4.1      Manfaat Teoritis
              Makalah ini  diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu penetahuan kita tentang placenta pervia.
1.4.2      Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan dan informasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada ibu placenta pervia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Definisi
Plasenta previa yaitu Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah Rahim (SBR) sehingga menutup sebagian atau seluruh OUI (Orifisium Uterlintermum).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan kedelapan (Chalik, 2008).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim yang dapat memberikan dampak yang sangat merugikan ibu maupun janin berupa perdarahan, prematuritas dan peningkatan angka kesakitan dan kematian perinatal (Romundstad et all, 2006).


2.2         Klasifikasi Plasenta Previa
Menurut Chalik (2008) plasenta previa dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:
1.        Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum (23-31,3%)
2.        Plasenta previa parsialis, adalah  plasenta yang  menutupi sebagian ostium uteri internum (20,6-33%)
3.        Plasenta previa margianalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
4.        Plasenta letak rendah, yang berarti bahwa plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yang sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.

Menurut Perisaei, Sheilendra, Pahay, Rian (2008) plasenta previa dapat dibagi menjadi empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound yaitu:
1.        Derajat I    : plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.
2.        Derajat II   : plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
3.        Derajat III  : plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri internum.
4.        Derajat IV  : plasenta telah berada tepat pada segmen bawah rahim.

Menurut de Snoo dalam Mochtar (1998) klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan 4 -5 cm yaitu: 
1.        Plasenta previa sentralis (totalis), apabila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea. 
2.        Plasenta previa lateralis, apabila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 : 
a.         Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian belakang. 
b.         Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan. 
c.         Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang ditutupi plasenta.

2.3         Faktor Resiko Dan Etiologi
Menurut Faiz & Ananth (2003) faktor risiko timbulnya plasenta previa belum diketahui secara pasti namun dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada ibu yang berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya serta gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya plasenta previa. 
Menurut penelitian Wardana (2007) yang menjadi faktor risiko plasenta previa yaitu: 
1.        Risiko plasenta previa pada wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar dibandingkan dengan umur < 35.
2.        Risiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar dibandingkan primigravida.
3.        Risiko plasenta previa pada wanita dengan riwayat abortus 4 kali lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat abortus.
4.        Riwayat seksio sesaria tidak ditemukan sebagai faktor risiko terjadinya plasenta previa.

Menurut Chalik (2008), yang menjadi penyebab implantasinya blastokis pada segman bawah rahim belum diketahui secara pasti. Namun teori lain mengemukakan bahwa yang menjadi salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang mungkin terjadi karena proses radang maupun  atropi.

2.4         Patofisiologi
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks mulai membuka. Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak diatas ostium uteri interna atau di bagian bawah segmen rahim. Pembentukan segmen bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan robekan plasenta pada tempat perlekatannya (Cunningham  et al, 2005). 
Darah yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta previa ini  ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen  bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan  tersebut, tidak  sama dengan  serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III  pada  plasenta yang letaknya normal.  Semakin  rendah letak plasenta,  maka semakin dini perdarahan  yang terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).


2.5  WOC
Grande multipara, primi gravida tua, bekas sc, bekas aborsi, kelainan janin, Leiomyoma uteri, ovulasi terlambat, kehamilan ganda
Placenta previa
Nifas
Ansietas
Psikologis
Ancaman kematian diri sendiri dan janin
Kurang informasi tentang penyakit
Kurang Pengetahuan
Segmen bahwa melebar dan menipis
Uterus
Sinus uterus robek
Perdarahan           
Gangguan Perfusi Jaringan
Anemia
Suplai O2 menurun
Hb O2 menurun
Hipovolemik
KEKURANGAN VOLUME CAIRAN
Intoleransi Aktifitas
Keletihan
Asam laktak meningkat
Metabolisme anaerob
 
































(Mansjoer, dkk, 2002 : 277)
2.6         Manifestasi Klinis
1.        Bercak darah (gejala awal)
2.        Keluar darah segar pervaginam
3.        Biasanya malam hari saat pembentukan SBR
4.        Perdarahan sebagian besar berasal dari ibu, sebagian kecil dari janin.

Ciri yang menonjol dari plasenta previa adalah perdarahan uterus yang keluar melalui vagina tanpa disertai dengan adanya nyeri. Perdarahan biasanya terjadi diatas akhir trimester kedua. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun perdarahan dapat kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian. Dan saat perdarahan berulang biasanya perdarahan yang terjadi lebih banyak dan bahkan sampai mengalir. Karena letak plasenta pada plasenta previa berada pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering teraba bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Pada plasenta previa ini tidak ditemui nyeri maupun tegang pada perut ibu saat dilakukan palpasi (Chalik, 2008).

2.7         Komplikasi
Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu: Selama kehamilan pada ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat menimbulkan syok, kelainan letak pada janin sehingga meningkatnya letak bokong dan letak lintang. Selain itu juga dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama persalinan plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps tali pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan kuretase. 
Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran.

2.8         Prognosis
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih burik oleh karena kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan spontan maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal (Cunningham, 2005).

2.9         Pemeriksaan Diagnostik
Apabila plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Untuk memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan USG, namun bagi beberapa wanita mungkin bahkan tidak terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam kasus-kasus plasenta previa sebagian (Faiz & Ananth, 2003).
Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari plasenta previa bisa ditegakkan dengan adanya gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu:
1.        Anamnesia, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan (Wiknjosastro, 2007)
2.        Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui vagina, darah beku, dan sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan yang banyak  maka ibu akan terlihat pucat (Mochtar, 1998).
3.        Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau mengolak di atas pintu atas panggul (Mochtar, 1998).
4.        Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat kelainan pada serviks, vagina, varises pecah, dll (Mochtar, 1998).
5.        Pemeriksaan radio-isotop
a.         Plasentografi jaringan lunak
b.         Sitografi 
c.         Plasentografi indirek
d.         Arteriografi
e.         Amniografi
f.          Radio isotop plasentografi
6.    Ultrasonografi, transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberikan kepastian diagnosa plasenta previa. Walaupun transvaginal ultrasonografi lebih superior untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum namun sangat jarang diperlukan, karena di tangan yang tidak ahli cara ini dapat menimbulkan perdarahan yang lebih banyak (Chalik, 2008).  Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin (Mochtar, 1998)
7.    Pemeriksaan dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosa plasenta previa. Walaupun ampuh namun harus berhati-hati karena dapat menimbulkan perdarahan yang lebih hebat, infeksi, juga menimbulkan his yang kemudian akan mengakibatkan partus yang prematur. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum yaitu jika terdapat perdarahan yang lebih dari 500 cc, perdarahan yang telah berulang, his telah mulai dan janin sudah dapat hidup diluar janin (Mochtar, 1998). Dan pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan jika dilakukan dikamar operasi yang telah siap untuk melakukan operasi dengan segera (Mose, 2004).
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fornises dengan hati-hati. Jika tulang kepala teraba, maka kemungkinan plasenta previa kecil. Namun jika teraba bantalan lunak maka, kemungkinan besar plasenta previa. 


2.10     Penatalaksanaan
Menurut Mose (2004) penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu: 
1.    Ekspektatif, dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia masih kecil baginya. Sikap ekspektasi tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahannya sudah berhenti atau sedikit sekali. Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk menghindari perdarahan yang fatal.
Menurut Scearce, (2007)  syarat terapi ekspektatif yaitu:
a.    Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b.    Belum ada tanda-tanda in partu.
c.    Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
d.    Janin masih hidup.
2.    Terminasi,  dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan telah cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah meninggal. Terminasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a.    Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, dengan cara ini maka pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat tertutup kembali (tamponade pada plasenta) ( Mose, 2003).
Menurut Mochtar (1998) penekanan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
1)   Amniotomi ( pemecahan selaput ketuban)
Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan persalinan pervaginam. Cara ini dilakukan apabila plasenta previa lateralis, plasenta previa marginalis, atau plasenta letak rendah, namun bila ada pembukaan. Pada primigravida telah terjadi pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan janin yang sudah meninggal (Mochtar, 1998).
2)   Memasang cunam Willet Gausz
Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan mengklem kulit kepala janin dengan cunam Willet Gausz. Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa atau tali yang diikatkan dengan beban kira-kira 50-100 gr atau sebuah batu bata seperti katrol. Tindakan ini biasanya hanya dilakukan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan pada kulit kepala janin (Mochtar, 1998).
3)   Metreurynter
Cara ini dapat dilakukan dengan memasukkan kantong karet yang diisi udara dan air sebagai tampon, namun cara ini sudah tidak dipakai lagi (Mochtar, 1998).
4)   Versi Braxton-Hicks
Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kakinya sehingga dapat ditarik keluar.  Cara ini dilakukan dengan mengikatkan kaki dengan kain kasa, dikatrol, dan juga diberikan beban seberat 50-100 gr (Mochtar, 1998).
b.    Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain itu seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam (Mochtar, 1998). Persalinan seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi uterus transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke dalam plasenta anterior  (Cunningham et al, 2005).
Menurut Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea pada plasenta previa adalah:
a.    Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol.
b.    Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada.
c.    Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.

Menurut Winkjosastro (1997) dalam Sihaloho (2009) gawat janin maupun kematian janin dan bukan merupakan halangan untuk dilakukannya persalinan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Tetapi apabila dijumpai gawat ibu kemungkinan persalinan seksio sesarea ditunda sampai keadaan ibunya dapat diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan untuk segera memperbaiki keadaan ibu, sebaiknya dilakukan seksio sesarea jika itu merupakan satu-satunya tindakan yang terbaik untuk mengatasi perdarahan yang banyak pada plasenta previa totalis.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1         Pengkajian
A.      Identitas Klien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab serta hubungannya dengan klien.

B.       Keluhan Utama
Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/ trimester III.
1)        Sifat pendarahan; tanpa nyeri, berulang
2)        Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek.
3)        Sedikit banuaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan placenta.

C.       Riwayat Kesehatan
a)         Riwayat Obstetri
Memberikan informasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya agar perawat dapt menentukan kemungkinan masalah pada kehamilan sekarang. Riwayat obstersi meliputi:
1)        Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
2)        Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
3)        Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan       penolong persalinan
4)        Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
5)        Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi dan pendarahan.
6)        Komplikasi pada bayi
7)        Rencana menyusui bayi
b)        Riwayat menstrurasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menentukan taksiran persalinan (TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHT dapat digunakan rumus neagle, yaitu hari ditambah tujuh, bulang dikuranga tiga, tahun disesuaikan.
c)         Riwayat konstrasepsi
Beberapa bentuk konstrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, Ibu, atau keduanya. Riwayat konstrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat kunjugan pertama. Penggunaan konstrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kepthamilan yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan orgal seksual pada janin.

D.      Riwayat Penyakit dan operasi :
Kondisi kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adnya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan sebelumnya harus di dokumentasikan.

E.       Pemeriksaan
1.         Pemeriksaan Fisik
1)        Rambut
Laju pertumbuhan rambut berkembang
2)        Mata : pucat,anemis
3)        Gigi dan mulut
4)        Leher
5)        Buah dada/payudara
a.         Peningkatan pigmentasi areola puting susu
b.        Bertambahnya ukuran
6)        Jantung dan paru
a.         Volume darah menurun
b.        Peningkatan frekuensi nadi
c.         Penurunan resistensi pembuluh darah sistemetik dan pembuluh darah pulmonal
d.        Terjadi hiperventilasi selama kehamilan
7)        Abdomen
a.         Menentukan letak janin
b.        Menentukan tinggi fundus uteri

8)        Vagina
a.         Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan (tanda Chandwick)
b.        Hipertropi epithelium
9)        Musculoskeletal
a.         Persendian tulang punggul yang mengendur
b.        Gaya berjalan yang canggung
c.         Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastastis rectal.

2.         Khusus
1)        Tinggi fundus uteri
2)        Posisi dan presentasi janin
3)        Panggul dan janin lahir
4)        Denyut jantung janin

3.2         Diagnosa Keperawatan
1.        Gangguan perpusi jaringan b.d perdarahan
2.        Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan.
3.        Intoleransi aktifitas b.d suplai O2 menurun
4.        Ansietas b.d Ancaman kematian pada diri sendiri, janin.
5.        Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit.

3.3         Intervensi Keperawatan
Dx
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
1.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam perfusi jaringan adekuat.
KH:           
Ø  Tanda vital normal
Ø  Membran mukosa warna merah muda, tidak ada sianosis
1.     Monitor tanda-tanda vital, warna kulit / membran mukosa, dasar kuku.
2.     Monitor upaya pernafasan: auskultasi bunyi nafas.




3.     Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agiatasi, gangguan memori, bingung.
4.     Berikan oksigen.


5.     Kolaborasi dengan dokter di dalam pemeriksaan laboratorium darah, produk darah.
6.     Transfusi darah
1.     Mengetahui derajat / adekuatan perfusi jaringan.

2.  Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung
3.  Dapat mengidentifikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia
4.  Memaksimalkan transfer oksigen ke jaringan
5.  Mengidentifikasi defisiensi darah dan kebutuhan pengobatan


6.  Mengganti darah yang hilang.
2.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam volume cairan adekuat KH:
Ø Tanda vital normal
Ø Membran mukosa lembab
Ø Tidak ada tanda-tanda anemia : pucat, lemah, hipotensi, takikaradi
1.    Monitor tanda vital.



2.    Monitor tanda-tanda anemia: pucat, lemah, hipotensi, takikaradi
3.    Monitor kehilangan darah.

4.    Pertahankan tirah baring

5.    Transfusi darah
1.     Tekanan darah menurun dan nadi meningkat perkiraan kehilangan darah
2.     Mengukur berat atau tidaknya anemia

3.     Memberikan pedoman untuk penggantian cairan
4.     Pencegahan pendarahan lebih parah.
5.     Mengganti darah yang hilang
3.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam klien dapat melakukan aktivitas tanpa ada keletihan. KH:
Ø  Tanda vital normal
Ø  Membaran mukosa warna merah muda
Ø  Melaporkan toleransi aktivitas (termaksuk aktivitas sehari-hari)
1.    Monitoring gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.


2.    Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring.
3.     Ubah posisi pasien dengan perlahan
4.     Observasi tanda-tanda vital


5.     Berikan bantuan aktifitas pada pasien
1.     Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi Vitamin B12 resiko cidera
2.    Meningkatkan istirahat menurunkan oksigen tubuh
3.    Membantu mobilasi pasien
4.    Deteksi sedini mungkin adanya perubahan tanda-tanda vital
5.    Mengurangi resiko cidera
4.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam klien dan keluarga tidak mengalami kecemasan
KH:
Ø  Klien tenang
Ø  Klien mampu bersosialisasi
1.     Monitor tingkat kecemasan dan reaksi fisisk tingkat kecemasan
2.     Jelaskan prosedur tindakan operasional yang akan dilakukan pada pasien
3.     Tenangkan pasien


4.     Beri dukungan pada pasien
5.     Libatkan keluarga dalam pemberian dukungan dan motivisi
6.     Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.

1.     Mengetahui sejauh mana rasa cemas yang dialami pasien

2.     Memberi informasi pada pasien.


3.     Menciptapkan perasaan tentang pada pasien
4.     Menciptakan perasan tenang
5.     Meningkatkan perasaan berbagi pada pasien
6.     Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan sehingga cemas klien berkurang
5.
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam klien dan keluarga.
Mengerti tentang placenta previn KH:
Ø  Keluarga dan pasien mengerti dengan penyakit placenta previa.
Ø  Keluarga dan pasien mampu menjelaskan kembali apa yang di jelaskan perawat.

1.     Tanyakan tingkat pendidikan keluarga dan klien

2.     Tanyakan tingkat pengetahuan dan pasien





3.     Jelaskan pada keluarga & pasien tentang penyakit placenta previa
4.     Beri kesempatan pada keluarga dan pasien untuk menanyakan hal yang belum dimengerti


5.     Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
1.    Memberikan kemudahan dalam menjelaskan tentanf proses penyakit
2.    Untuk mengetahui sampai mana keluarga dan pasien mengetahui penyebab dan tentang penyakit yang dialami oleh klien.
3.    Untuk menurunkan tingkat kecemasan keluarga dan pasien
4.    Memberikan kemudahan dan menambah pengetahuan keluarga dan pasien tentang proses penyakit
5.    Keterlibatan keluarga dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
PADA PASIEN IBU HAMIL DENGAN PLASENTA PREVIA

4.1         Pengkajian
A.      Biodata
Identitas Pasien
Nama                                    : Ny. A    
Umur                                    : 37 th
Jenis kelamin                        : perempuan
Agama                                  : Islam    
Suku bangsa                         : Jawa Indonesia  
Alamat                                 : Jl. Mawar Nusa
Pekerjaan                              : IRT      
Nomor Register                    : 2019                  
Tanggal MRS                      : 24-09-2015                  
Pukul                                    : 09.00 wib
Tanggal pengkajian              : 24-09-2015
Diagnosa medis                    : Kehamilan plasenta previa

Identitas Penanggung Jawab
Nama                                    : Tn. B
Agama                                  : Islam
Pekerjaan                              : PNS
Pendidikan                           : S 1 Pendidikan
Status perkawinan                : Kawin
Suku bangsa                         : Jawa Indonesia
Alamat                                 : Jl. Mawar Nusa
Hubungan dengan pasien     : Suami pasien

B.       Keluhan Utama
a)         Keluhan saat masuk rumah sakit
Pasien mengatakan mengalami perdarahan banyak dan tetapi tidak mengalami nyeri.
b)        Keluhan saat pengkajian
Pasien mengatakan mengalami perdarahan banyak.

C.       Riwayat kebidanan
a)         Riwayat menstruasi
Menarce                   : 15 tahun
Siklus                       : teratur 28 hari
Lamanya                  : 7 hari
Banyaknya               : hari 1-2 ganti 3x pembalut, hari 3-7 ganti 2x pembalut
Warnanya                 : coklat tua
Baunya                     : anyir
Disminore                 : tidak
Flour albus               : tidak
HPHT                       : 7 juni 2015
b)        Status perkawinan
Kawin ke                  : 1
Lamanya kawin       : 12 tahun
Umur kawin             : 25 tahun
c)         Riwayat kehamilan sekarang
Hamil ke                       : 3
usia kehamilan              : 20 minggu
ANC TM I + keluhan   : 1-2x mual + muntah dalam sehari
TM II + keluhan           : 0-1x mual + muntah dalam sehari
TM III + keluhan          : sudah tidak mual tetapi kadang-kadang mengalami perdarahan sedikit.

Obat – obatan yang pernah didapat   : Fe dan Suplemen.
Gerakan pertama kali dirasakan        : bayi terasa menendang – nendang.
Imunis`si TT                                        : 2x (sebelum menikah dan saat hamil)
Penyuluhan yang pernah didapat      : perawatan / cara menjaga kehamilan serta gizi pada bayi dan ibu hamil.


d)        Riwayat kehamilan persalinan dan nifas BBl
Tahun
Riwayat anak ke
Kehamilan
Persalinan
Komplikasi nifas
Jenis
BBL
Pj
2000
1
36 minggu
Normal
-
Laki
3800 gr
59 cm
2007
2
30 minggu
SC
-
perempuan
2300 gr
45 cm
2015
3
20 minggu
-
-
-
-
-

e)         Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu
Pasien mengatakan ini kehamilan ketiga, dimasa kehamilan yang pertama klien mengatakan melahirkan secara normal, BBL 3800 dan panjangx 59 cm. kemudian untuk kehamilan yang ke dua klien mengatakan melahirkan secara SC, BBL 2300 gm dan panjang 45 cm.
f)         Riwayat KB
Pasien mengatakan selama ini tidak pernah menggunakan KB suntik.
g)        Kelainan system reproduksi
Pasien mengatakan selama ini tidak penah mengalami system reproduksi

D.      Riwayat Kesehatan
a)         Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan mengalami pendarahan pervaginam mulai tanggal……, perdarahan yang dialami terjadi secara berulang-ulang dan tidak mengalami nyeri sama sekali. Perdarahan semakin banyak apabila dibuat beraktifitas atau berjalan, perdarahan akan berkurang apabila dibuat istirahat atau bedtres total nyeri akan terasa lenih sakit saat dibuat berjalan dan beraktifitas lainnya. Saat mengalami perdarahan, pasien mengganti   pembalut 3-5 dalam sehari dan pembalutnya penuh dengan darah, kemudian pasien diantar suaminya untuk memeriksakan kondisinya ke rumah sakit umum blambangan pada tanggal 24 september 2015 pukul 09.00. sampai di UGD pasien mengalami perdarahan, kemudian ibu diberi terapi infuse RL 12 tpm, MgSO4 4 gr IV dosis awal.
b)        Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menahun seperti jantung, asma, penyakit menurun seperti DM, hipertensi, dan penyakit menular seperti TBC, HIV, pasien hanya mengalami sakit batuk, pilek, tetapi pasien pernah mengalami operasi kuretage.
c)         Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menahun seperti jantung, asma, penyakit menurun seperti DM, hipertensi, dan penyakit menular seperti TBC, HIV, tetapi pasien pernah mengalami operasi kuretage.

E.       Keadaan psikososial dan spiritual
a)         Keadaan psikologis
Pasien mengalami kekawatiran dan ketakutan akan keselamatan diri dan bayinya saat ini, karena sering mengalami perdarahan berulang.
b)        Keadaan social
Hubungan pasien dengan semua baik, hubungan pasien dengan keluarga baik dan hubungan pasien dengan oetugas juga baik.
c)         Keadaan spiritual
Pasien selalu berdoa dan sholat mengharapkan kehamilan dan persalinannya nanti diberi kelancaran.

F.        Latar belakang sosial budaya
Pasien dan suaminnya berasal dari jawa, selama hamil tidak ada pantangan dalam jenis apapun. Pasien tidak minum jamu selama hamil dan selama hamil pasien sempat mengadakan selamatan 3 bulanan dan 7 bulanan.

G.      Pola Kebiasaan Sehari-hari
a)         Pola Nutrisi
·           Sebelum sakit
Makan : 3x sehari, porsi sedang dengan menu nasi, sayur, lauk pauk
Minum : 7-8 gelas sehari (air putih)
·           Saat sakit
Makan : 1-2 sehari, porsi ­­­½ dari RS dengan menu bubur, sayur, lauk pauk.
Minum : 6-7 gelas (air putih dan susu)

b)        Pola Eliminasi
·           Sebelum sakit
BAB : 2x sehari, konsistensi lunak, warna kuning, bau khas feses, tidak ada keluhan
BAK : 6-7 sehari warna kuning jernih, bau khas urin, tidak ada keluhan
·           Saat sakit
BAB : 0-1x sehari, mengalami konstipasi karena penurunan peristaltic usus, warna kuning, bau khas feses, ada keluhan.
BAK : 4-5 sehari, warna kuning jernih, bau khas urin, tidak ada keluhan.

c)         Pola Kebersihan Diri  
·           Sebelum sakit : pasien mandi 2x sehari, 2x gosok gigi, keramas 2x dalam seminggu, ganti baju 2x sehari, dang anti pakaian dalam 2x sehari.
·           Saat sakit        : pasien hanya diseka 2x sehari, 2x gosok gigi, keramas 2x dalam seminggu, ganti baju 2x sehari, dang anti pakaian dalam 2x sehari tetapi pasien tidak dapat melakukan secara mandiri dan tergantung pada orang lain.

d)        Pola Aktivitas
·           Sebelum sakit : pasien mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri seperti memasak, mencuci, menyapu, mengepel, dll
·           Saat sakit        : semua pekerjaan rumahnya, pasien dibantu oleh keluargannya yang lain dan susah beraktivitas.

e)         Pola Istirahat tidur
·           Sebelum sakit : pasien tidur siang ± 2 jam sehari (jam 12.00-14.00) dan tidur malam ± 8 jam sehari (21.00-05.00).
·           Saat sakit        : pasien tidak bias tidur siang dan mengalami gangguan tidur karena perdarahan yang berulang-ulang dan tidur malam ± 4-5 jam dalam sehari (01.00-05.00).

f)         Pola kebiasaan seksual
·           Sebelum sakit : pasien tidak pernah melakukan hubungan intim dengan suaminya.
·           Saat sakit        : pasien juga tidak pernah melakukan hubungan intim dengan suaminya.

4.2         Data Objektif
1.        Pemeriksaan umum
Keadaan umum : lemah dan terjadi syok hipovolemik, turgor kulit menurun, mata cowong, konjungtiva anemis/ tampak pucat, adanya perdarahan pervaginam, dan mukosa bibir kering.
Kesadaran    : somnolen
TTV
TD    : 90/70
N       : 120x/ menit
S       : 36º C, akral dingin
RR    : 24x/ menit

2.        Pemeriksaan Fisik
a.         Inspeksi
Kepala                 : bersih, tidak ada ketombe, warna rambut hitam, dan rambut tidak rontok.
Muka                   : terlihat pucat.
Mata                    : bentuk simetris, konjungtiva anemis/ aklera juga tampak pucat, tidak odem, mata cowong.
Hidung                : lubang hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada secret.
Telinga                 : bentuk simetris, bersih, tidak ada serumen, dan tidak ada lesi.
Leher                   : bentuk simetris dan tidak ada lesi.
Dada/ payudara   : bentuk payudarah mengalami pembesaran dan adannya tacypnea.
Perut/ abdomen   : adanya penonjolan pada abdoment yang lembut terdapat letak janin yang salah, dan tinggi fundus lebih tinggi.
Genetalian  :
1)        Sebelum tindaka operasi : ditemukan adanya pendarahan pervaginam dan genetalia berwarna kemerahan.
2)        Setelah dilakukan operasi : ditemukan adanya darah yang keluar sedikit, genetalia berwarna kemerahan dan adanya nyeri pada genetalia.
Anus                    : bersih dan tidak hemoroid
Ekstrimitas, integument, kuku : pada ekstrimitas atas dan bawah ditemukan adanya akral dingin, terdapat sianosis, turgor kulit menurun, berkeringat, kulit dingin dan lembaba.

b.         Palpasi
Leher                   : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada pembendungan vena jugularis.
Ketiak                  : tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Payudarah/ dada : adanya nyeri tekan
Perut/ abdomen :
1.        Leopold I        : TFU 35 cm, teraba lunak, kurang bundar dan kurang melenting (letak bokong)
2.        Leopold II       : terdapat letak punggug janin
3.        Leopold III     : terdapat letak kepala janin.
4.        Leopold IV     : -

c.         Auskultasi
Dada                      : tidak ada bunyi wezhing dan ronchi.
Jantung                  : jantuk berdetak dengan cepat.
Perut / abdomen    : terdengar bising usus 8x/ menit

d.         Perkusi
Reflek patella        : +/+

3.        Pemeriksaan Panggul
Distesnsia spinarum        : 27 cm
Distesnsia eristarum        : 30 cm
Konjungtiva eksterna      : 21 cm
Lingkar panggul              : 92 cm

4.        Data penunjang
a.          Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui asal pendarahan misalnya dari dalam uterus dari kelainan serviks, vagina dll.
b.         Pemeriksaan Radio Isotopik
1)        Placentografi jaringan lunak (soft tissue placentography) untuk mencoba melokalisir placenta berada.
2)        Sitografi : untuk memastikan kemungkinan placenta previa.
3)        Placentografi indirex : yaitu membuat foto seri lateral dan anterior posterior, ibu dalam posisi berdiri/ duduk setengah berdiri.
c.     Ultra sonografi
Plasenta insersi di SBR menutup sebagian atau seluruh OIU.
d.    Pemeriksaan darah
Darah yang keluar berwarna merah segar, Hb 9 gr/dl, hematokrit 25 %.

5.        Harapan klien/ keluwarga sehubungan dengan penyakitnya
Klien dan kluwarga klien mengharapkan penyakitnya ini bias sembuh dan kehamilannya bias normal kembali, sehingga tidak harus mengorbankan janin atau ibu.

4.3         Analisa Data
Nama         : Ny. A
No. reg      : 2019
NO
Kelompok Data
Etiologi
Masalah
1
Ds:
Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar, ganti pembalut 3-5x dalam sehari dan pembalut terisi penuh.

Do:
Ø KU : lemah
Ø Kesadaran : somnolen
Ø Turgor kulit menurun, mata cowong, konjungtiva dan sclera anemis.
Ø Adanya perdarahan merah segar.
Ø Mukosa bibir kering
Ø TTV
TD: 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
Segmen bawah uterus melebar dan menipis
 

Servik membuka
 

Terlepasnya plasenta dari dinding uterus
 

Sinus uterus terobek

Ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus

Perdarahan hebat

Kurangnya volume cairan
Kurangnya volume cairan
2
Ds:
Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar, ganti pembalut 3-5x dalam sehari dan pembalut terisi penuh.

Do:
Ø KU : lemah dan adanya syok hipovolemik
Ø Kesadaran : somnolen
Ø DJJ janin tidak normal 160/ menit
Ø Adanya kontraksi uterus
Ø Adanya efek hipoksia pada janin
Ø TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
Ø Px USG : plasenta insersi di SBR menutup sebagian atau seluruh OUI.
Segmen bawah uterus melebar dan menipis
 Servik membuka

Terlepasnya plasenta dari dinding uterus
 

Sinus uterus terobek
 

Ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
 

Gangguan perfusi jaringan
Gangguan perfusi jaringan pada janin
4.4         Diagnosa Keperawatan
Nama             : Ny. A
No. Reg         : 2019
Tgl Muncul
Diagnosa
Tgl Teratasi
24-09-2015
Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan (perdarahan) yang berlebihan
26-09-2015
24-09-2015
Gangguan perfusi jaringan pada janin sehubungan dengan adanya perdarahan
26-09-2015

4.5         Intervensi
Dx
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
1.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam volume cairan adekuat KH:
Ø Tanda vital normal
Ø Membran mukosa lembab
Ø Tidak ada tanda-tanda anemia : pucat, lemah, hipotensi, takikaradi
1.    BHSP



2.    Observasi TTV

3.    Catat intek dan out put


4.    Kaji dan catat jumlah dan bentuk pendarahan yang hilang.
5.    Anjurkan pasien bedtres total/ tidak beraktivitas



6.    Anjurkan banyak minum

7.    Kaji adanya syok, warna membrane mukosa dan kulit.
8.    Monitor pergerakan uterus, janin dan kelembutan abdomen dengan menggunakan USG maupun manual/ dengan menggunakan tangan.
9.    Hindari pemeriksaan rectal/ vagina (menggunakan speculum yang terlalu dalam serta pemeriksaan VT).
10.             Monitor intake/output, kaji berat jenis urin tiap jam.

11.             Kolaborasi dengan tim lab untuk pemeriksaan darah lengkap
12.             Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh (transfuse darah)

1.    Dapat menumbuhkan rasa saling percaya sehingga mempermudah tindakan medis.
2.    Tekanan darah menurun dan nadi meningkat perkiraan kehilangan darah.
3.    Dengan mengetahui intek dan out put cairan diketahui keseimbangan cairan dalam tubuh.
4.    Mengetahui jumlah darah dan bentuk pendarahan yang hilang.

5.    Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme ( yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan
6.    Minum yang sering dapat menambah pemasukan cairan melalui oral.
7.    Mengetahui ada atau tidaknya anemia.

8.    Untuk menmgetahui keadaan atau kesejahteraan janin.







9.    Dapat meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa marginal/ total terjadi.




10.             Dengan mengetahui intek dan out put cairan diketahui keseimbangan cairan dalam tubuh.

11.             Untuk mencari kelainan pada darah.

12.             Membantu kebutuhan cairan dalam tubuh.
2.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam perfusi jaringan adekuat.
KH:           
Ø  Tanda vital normal
Ø  Membran mukosa warna merah muda, tidak ada sianosis
1.    BHSP



2.    Mengobservasi TTV

3.    Kaji dan catat denyut jantung janin, catat takikardi/ bradikardi, catat perubahan aktivitas janin (hipoaktivitas/ hiperaktivitas).
4.    Catat perdarahan ibu dan kontraksi uterus, umur kehamilan dan tinggi fundus.
5.    Anjurkan bedtrs dengan posisi lateral kiri.

6.    Kolaborasi pemberian suplemenoksigen pada ibu.
7.    Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian pergantian cairan  yang hilang.
8.    Kolaborasi dalam pemeriksaan USG

1.    Dapat menumbuhkan rasa saling percaya sehingga mempermudah tindakan medis.
2.     Tekanan darah menurun dan nadi meningkat perkiraan kehilangan darah.
3.      Denyut jantung yang masih dalam keadaan normal dan aktif menandakan janin dalam keadaan baik.





4.    Jika kontraksi uterus di sertai dilatasi servik bedtres dan pengobatan tidak aktif.


5.     Posisi lateral kiri meringankan tekanan inferior dan meningkatkan sirkulasi gas janin dengan plasenta.
6.     Peningkatan oksigen dapat mensuplai pada janin.


7.     Memelihara volume sirkulasi yang adekuat untuk transfer oksigen.


8.    Untuk menmgetahui keadaan atau kesejahteraan janin.


4.6         Implementasi
Nama             : Ny. A
No. Reg         : 2019
TGL
Jam
No. Dx
Tindakan Keperawatan
TTD
24-09-2015
10.00
10.00
10.30
10.45

11.00

11.00
11.10

11.30


11.45


12.15

12.30

13.00

13.30

1
1.    BHSP
2.    Mengobservasi TTV
3.    Mencatat intek dan out put
4.    Mengkaji dan catat jumlah dan bentuk pendarahan yang hilang.
5.    Menganjurkan pasien bedtres total/ tidak beraktivitas
6.    Menganjurkan banyak minum
7.    Mengkaji adanya syok, warna membrane mukosa dan kulit.
8.    Memonitor pergerakan uterus, janin dan kelembutan abdomen dengan menggunakan USG maupun manual/ dengan menggunakan tangan.
9.    Menghindari pemeriksaan rectal/ vagina (menggunakan speculum yang terlalu dalam serta pemeriksaan VT).
10.              Memonitor intake/output, kaji berat jenis urin tiap jam.
12.  Berkolaborasi dengan tim lab untuk pemeriksaan darah lengkap
13.  Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh (transfuse darah)

24-09-2015
10.00
10.00
10.15


11.20

12.00
12.05

12.30

12.45
2
1.         BHSP
2.         Mengobservasi TTV
3.         Mengkaji dan catat denyut jantung janin, catat takikardi/ bradikardi, catat perubahan aktivitas janin (hipoaktivitas/ hiperaktivitas).
4.         Mencatat perdarahan ibu dan kontraksi uterus, umur kehamilan dan tinggi fundus.
5.         Menganjurkan bedtrs dengan posisi lateral kiri.
6.         Berkolaborasi pemberian suplemenoksigen pada ibu.
7.         Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian pergantian yang hilang.
8.         Berkolaborasi dalam pemeriksaan USG

25-09-2015
08.00
08.00
08.15
08.30

09.00
09.30

09.50


10.15

10.45
1
1.         BHSP
2.         Mengobservasi TTV
3.         Mengobservasi kebutuhan cairan
4.         Mengkaji dan catat jumlah dan bentuk pendarahan yang hilang.
5.         Menganjurkan banyak minum
6.         Memonitor intake/output, kaji berat jenis urin tiap jam.
7.         Memonitor keadekuatan pergantian cairan dengan monitor sain dan tekanan vena sentral.
8.         Berkolaborasi dengan tim lab untuk pemeriksaan darah lengkap
9.         Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh (transfuse darah)

25-09-2015
08.00
08.00
08.50

09.45
2
1.         BHSP
2.         Mengobservasi TTV
3.         Berkolaborasi pemberian suplemenoksigen pada ibu.
4.         Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian pergantian yang hilang.


4.6         Evaluasi
Nama       : Ny. A
No. reg    : 2019
NO
Tanggal 24-09-2015
Tanggal 25-09-2015
Tanggal 26-09-2015
1
S : Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar sejak 17-09-2015
O :
Ø KU : lemah
Ø Kesadaran : somnolen
Ø Turgor kulit menurun, mata cowong. Konjungtiva dan sclera anemis
Ø Adanya perdarahan merah segar
Ø Mukosa bibir kering
Ø TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit



A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi (1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14)
S : Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervagina sedikit.


O :
Ø KU : agak baik
Ø Kesadaran : kompos metis
Ø Turgor kulit sedikit menurun, mata sedikit cowong, konjungtiva dan sclera tidak terlalu anemis.
Ø Sedikit perdarahan
Ø Mukosa agak lembab
Ø TTV
TD : 100/70 mmHg
S : 36,5º C
N : 100x/menit
RR : 23x/ Menit


A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,4,6,10,11,12)
S : Pasien mengatakan tidak mengalami perdarahan pervagina

O :
Ø KU : baik
Ø Kesadaran : kompos metis
Ø Turgor kulit normal, mata tidak cowong, konjungtiva dan sclera tidak anemis
Ø Tidak adanya perdarahan
Ø Mukosa bibir lembab
Ø TTV
TD : 120/70 mmHg
S : 37,5º C
N : 84x/ menit
RR : 22x/ menit
A : masalah teratasi

P : hentikan intervensi
2
S : Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar, ganti pembalut 3-5x dalam sehari dan pembalut terisi penuh.
O :
Ø  KU : lemah dan adanya syok hipovolemik
Ø  Kesadaran : somnolen
Ø  DJJ janin tidak normal 160/menit
Ø  Adanya kontraksi uterus
Ø  Adanya efek hipoksia pada janin
Ø  TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/menit
S : 36º C
RR : 24x/menit



A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,4,5,6,7,8,9)
S : Pasien mengatakan perdarahan vagina sedikit




O :
Ø  KU : lebih baik
Ø  Kesadaran : kompos mentis
Ø  Sudah tidak ada DJJ (karena bayi sudah lahir), oleh karena itu langsung dengan pemeriksaan nadi 120/menit.
Ø  Tidak terdapat kontraksi uterus
Ø  Janin sudah tidak hipoksia
Ø  TTV:
TD : 100/70 mmHg
S : 36,5º C
N : 100x/menit
RR : 23x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
( 1,2,6,7 )
S : Pasien mengatakan sudah tidak terjadi perdarahan.




O :
Ø  KU : baik
Ø  Kesadaran : kompos mentis
Ø  TTV:
TD : 120/70 mmHg
S : 37,5º C
N : 84x/menit
RR : 22x/menit









A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi




















BAB V
PENUTUP

5.1     Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
a.         Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bahwa uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.
b.        Etiologi belum diketahui pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grande multipara, pramigravida tua, bekas seksio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin, dan leiomioma uteri.

5.2     Saran
a.         Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam mengenali placenta previa.
b.        Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah placenta previani dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan mampu memberikan frekuensi yang berguna untuk meningkatkan penanganan dan pengetahuan bagi petugas medis untuk merawat ibu hamil.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marlyn. E . 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed 3. Jakarta : EGC
Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Media Aesculapius FKUI
Sarwono, 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT Bina Pustaka.
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar