BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perkembangan
derajat kesehatan masyarakat suatu negara ataupun dalam suatu daerah dapat
dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakatnya dari waktu ke waktu.
Kejadian kematian ini juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan pelayanan kesehatan serta
program pembangunan di sektor kesehatan (Depkes RI, 2006). Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia kematian maternal merupakan jumlah wanita yang
meninggal karena kematian yang berhubungan dengan gangguan kehamilan
maupun penanganannya, tetapi bukan
karena kecelakaan atau kebetulan selama
masa kehamilan, melahirkan serta masa nifas tanpa memperhitungkan masa kehamilannya
per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI,
2009). Menurut Chalik (2008) plasenta
previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan sering
terjadi pada usia di atas 30 tahun. Uterus yang cacat juga dapat meningkatkan
angka kejadian plasenta previa.
Menurut
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan bahwa Angka
Kematian Ibu (AKI) sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup pada priode tahun
2003 sampai 2007. Pada tahun 2009 Angka
Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi,
yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup. Dari hasil survei tersebut terlihat
adanya peningkatan angka kematian ibu di Indonesia (Depkes RI, 2009). Angka
kematian ibu selama tahun 2006 sebanyak
237 per 100.000 kelahiran hidup. Dari total 4.726 kasus plasenta previa
pada tahun 2005 didapati 40 orang ibu meninggal akibat plasenta previa (Depkes
RI, 2005). Sedangkan pada tahun 2006
dari total 4.409 kasus plasenta previa
didapati 36 orang ibu meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI,
2006).
Plasenta
previa adalah plasenta yang melekat pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh jalan
lahir yang ditandai dengan perdarahan diatas usia 28 minggu tanpa ada nyeri (Chalik, 2008). Penyebab
terjadinya plasenta previa secara pasti sulit ditentukan namun ada beberapa
faktor yang meningkatkan terjadinya plasenta previa seperti jarak kehamilan,
paritas tinggi dan usia diatas 35 tahun (Prawirohardjo, Sarwono. 2008). Menurut
hasil penelitian wardana (2007), plasenta terjadi 1,3 lebih sering pada ibu
yang sudah beberapa kali melahirkan (multipara) dari pada ibu yang baru pertama
kali melahirkan (primipara). Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk
mendapatkan plasenta previa lebih besar. Pada ibu yang melahirkan dalam usia
>40 tahun berisiko 2,6 kali untuk terjadinya plasenta previa. (Santoso.
2006). Plasenta previa juga sering terjadi pada kehamilan ganda dari pada
kehamilan tunggal. Uterus yang cacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Ibu
yang mempunyai riwayat secsio sesaria
minimal satu kali mempunyai resiko 2,6 kali untuk menjadi plasenta previa pada
kehamilan selanjutnya. (Santoso, 2008)
Persalinan
seksio sesarea merupakan metode persalinan yang menjadi pilihan pada penderita
plasenta previa. Seksio sesarea merupakan salah satu faktor penting untuk
menurunkan angka kematian ibu maupun janin (Decherney, Nathan, goodwin, Laufer,
2007). Persalinan seksio sesarea juga dapat menurunkan angka kesakitan pada
fetus pada kasus kelainan letak (sungsang dan lintang), serta kasus plasenta previa (Gant &
Cunningham, 1999). Oleh karena itu untuk
mengurangi angka kematian ibu dan janin akibat perdarahan yang terjadi pada
kasus plasenta previa perlu dilakukan persalinan seksio sesarea.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa definisi Plasenta Previa?
2.
Apa saja klasifikasi Plasenta Previa?
3.
Apa faktor resiko dan
etiologi Plasenta
Previa?
4.
Bagaimana patofisiologi Plasenta
Previa?
5.
Bagaimana WOC Plasenta
Previa?
6.
Bagaimana manifestasi klinis Plasenta
Previa?
7.
Bagaimana Komplikasi Plasenta Previa?
8.
Bagaimana Prognosis Plasenta Previa?
9.
Bagaimana pemeriksaan diagnostik Plasenta
Previa?
10. Bagaimana penatalaksanaan Plasenta
Previa?
11. Bagaimana Asuhan keperawatan pada
pasien dengan Plasenta Previa?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memberi Asuhan keperawatan pada
pasien dengan Plasenta Previa.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Memahami definisi Plasenta
Previa
2.
Memahami faktor resiko
dan etiologi Plasenta Previa
3.
Memahami klasifikasi Plasenta
Previa
4.
Memahami patofisiologi Plasenta
Previa
5.
Memahami WOC Plasenta
Previa
6.
Memahami manifestasi
klinis Plasenta Previa
7.
Memahami komplikasi Plasenta
Previa
8.
Memahami prognosis dari
penyakit Plasenta Previa
9.
Memahami pemeriksaan
diagnostik Plasenta Previa
10. Memahami
penatalaksanaan Plasenta Previa
11. Memahami
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Plasenta Previa.
1.4
Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Makalah
ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
ilmu penetahuan kita tentang placenta pervia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Sebagai
bahan masukan dan informasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada ibu
placenta pervia.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi
Plasenta
previa yaitu Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah Rahim
(SBR) sehingga menutup sebagian atau seluruh OUI (Orifisium Uterlintermum).
Plasenta
previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan
perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada
kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan kedelapan (Chalik, 2008).
Plasenta
previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim yang dapat memberikan
dampak yang sangat merugikan ibu maupun janin berupa perdarahan, prematuritas
dan peningkatan angka kesakitan dan kematian perinatal (Romundstad et all,
2006).
2.2
Klasifikasi
Plasenta Previa
Menurut Chalik (2008)
plasenta previa dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:
1.
Plasenta previa totalis
atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
(23-31,3%)
2.
Plasenta previa
parsialis, adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum
(20,6-33%)
3.
Plasenta previa margianalis
adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
4.
Plasenta letak rendah,
yang berarti bahwa plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yang
sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari
ostium uteri internum.
Menurut
Perisaei, Sheilendra, Pahay, Rian (2008) plasenta previa dapat dibagi menjadi
empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound yaitu:
1.
Derajat I : plasenta sudah melampaui segmen terendah
rahim.
2.
Derajat II : plasenta sudah mencapai ostium uteri
internum.
3.
Derajat III : plasenta telah terletak pada sebagian
ostium uteri internum.
4.
Derajat IV : plasenta telah berada tepat pada segmen
bawah rahim.
Menurut
de Snoo dalam Mochtar (1998) klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan
4 -5 cm yaitu:
1.
Plasenta previa sentralis
(totalis), apabila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh
ostea.
2.
Plasenta previa
lateralis, apabila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh
plasenta, dibagi 2 :
a.
Plasenta previa lateralis
posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian belakang.
b.
Plasenta previa lateralis
anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan.
c.
Plasenta previa
marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang ditutupi plasenta.
2.3
Faktor
Resiko Dan Etiologi
Menurut
Faiz & Ananth (2003) faktor risiko timbulnya plasenta previa belum
diketahui secara pasti namun dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa
frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada ibu yang berusia lanjut,
multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya serta gaya hidup yang
juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya plasenta previa.
Menurut
penelitian Wardana (2007) yang menjadi faktor risiko plasenta previa
yaitu:
1.
Risiko plasenta previa
pada wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar dibandingkan dengan umur
< 35.
2.
Risiko plasenta previa
pada multigravida 1,3 kali lebih besar dibandingkan primigravida.
3.
Risiko plasenta previa
pada wanita dengan riwayat abortus 4 kali lebih besar dibandingkan dengan tanpa
riwayat abortus.
4.
Riwayat seksio sesaria
tidak ditemukan sebagai faktor risiko terjadinya plasenta previa.
Menurut
Chalik (2008), yang menjadi penyebab implantasinya blastokis pada segman bawah
rahim belum diketahui secara pasti. Namun teori lain mengemukakan bahwa yang
menjadi salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai,
yang mungkin terjadi karena proses radang maupun atropi.
2.4
Patofisiologi
Perdarahan
antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada triwulan
ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan
dengan semakin tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan
serviks mulai membuka. Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak diatas
ostium uteri interna atau di bagian bawah segmen rahim. Pembentukan segmen
bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan robekan plasenta pada
tempat perlekatannya (Cunningham et al,
2005).
Darah
yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang robek karena
terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis
dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan
tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus menghentikan perdarahan
pada kala III pada plasenta yang letaknya normal. Semakin
rendah letak plasenta, maka
semakin dini perdarahan yang terjadi.
Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih
dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah
persalinan mulai (Oxorn, 2003).
2.5
WOC
Grande multipara, primi
gravida tua, bekas sc, bekas aborsi, kelainan janin, Leiomyoma uteri,
ovulasi terlambat, kehamilan ganda
|
Placenta
previa
|
Nifas
|
Ansietas
|
Psikologis
|
Ancaman
kematian diri sendiri dan janin
|
Kurang
informasi tentang penyakit
|
Kurang Pengetahuan
|
Segmen
bahwa melebar dan menipis
|
Uterus
|
Sinus uterus robek
|
Perdarahan
|
Gangguan
Perfusi Jaringan
|
Anemia
|
Suplai O2 menurun
|
Hb O2 menurun
|
Hipovolemik
|
KEKURANGAN
VOLUME CAIRAN
|
Intoleransi Aktifitas
|
Keletihan
|
Asam laktak meningkat
|
Metabolisme
anaerob
|
(Mansjoer,
dkk, 2002 : 277)
2.6
Manifestasi
Klinis
1.
Bercak
darah (gejala awal)
2.
Keluar
darah segar pervaginam
3.
Biasanya
malam hari saat pembentukan SBR
4.
Perdarahan
sebagian besar berasal dari ibu, sebagian kecil dari janin.
Ciri yang menonjol dari plasenta previa
adalah perdarahan uterus yang keluar melalui vagina tanpa disertai dengan
adanya nyeri. Perdarahan biasanya terjadi diatas akhir trimester kedua.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun
perdarahan dapat kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu
kemudian. Dan saat perdarahan berulang biasanya perdarahan yang terjadi lebih
banyak dan bahkan sampai mengalir. Karena letak plasenta pada plasenta previa
berada pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering teraba bagian
terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam
letak memanjang. Pada plasenta previa ini tidak ditemui nyeri maupun tegang
pada perut ibu saat dilakukan palpasi (Chalik, 2008).
2.7
Komplikasi
Menurut
Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu: Selama kehamilan
pada ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat menimbulkan syok,
kelainan letak pada janin sehingga meningkatnya letak bokong dan letak lintang.
Selain itu juga dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama persalinan
plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps tali
pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan
melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan
dilakukan kuretase.
Sedangkan
pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat
badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan
kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran.
2.8
Prognosis
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi
oleh jumlah dan kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian
pada ibu dapat dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah
dan segera lakukan pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih
burik oleh karena kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta
previa melalui proses persalinan spontan maupun melalui tindakan penyelesaian
persalinan. Namun perawatan yang intensif pada neonatus sangat membantu
mengurangi kematian perinatal (Cunningham, 2005).
2.9
Pemeriksaan
Diagnostik
Apabila plasenta previa terdeteksi pada
akhir tahun pertama atau trimester kedua, sering kali lokasi plasenta akan
bergeser ketika rahim membesar. Untuk memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan
USG, namun bagi beberapa wanita mungkin bahkan tidak terdiagnosis sampai
persalinan, terutama dalam kasus-kasus plasenta previa sebagian (Faiz &
Ananth, 2003).
Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari
plasenta previa bisa ditegakkan dengan adanya gejala klinis dan beberapa
pemeriksaan yaitu:
1.
Anamnesia, pada saat
anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan perdarahan
antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah ada rasa
nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya perdarahan
(Wiknjosastro, 2007)
2.
Inspeksi, dapat dilihat
melalui banyaknya darah yang keluar melalui vagina, darah beku, dan sebagainya.
Apabila dijumpai perdarahan yang banyak
maka ibu akan terlihat pucat (Mochtar, 1998).
3.
Palpasi abdomen, sering
dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus uteri yang rendah karena
belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum
turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau
mengolak di atas pintu atas panggul (Mochtar, 1998).
4.
Pemeriksaan inspekulo,
dengan menggunakan spekulum secara hati-hati dilihat dari mana sumber
perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat kelainan pada serviks, vagina,
varises pecah, dll (Mochtar, 1998).
5.
Pemeriksaan radio-isotop
a.
Plasentografi jaringan
lunak
b.
Sitografi
c.
Plasentografi indirek
d.
Arteriografi
e.
Amniografi
f.
Radio isotop
plasentografi
6. Ultrasonografi,
transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan
memberikan kepastian diagnosa plasenta previa. Walaupun transvaginal
ultrasonografi lebih superior untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum
namun sangat jarang diperlukan, karena di tangan yang tidak ahli cara ini dapat
menimbulkan perdarahan yang lebih banyak (Chalik, 2008). Penentuan lokasi plasenta secara
ultrasonografis sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap
janin (Mochtar, 1998)
7. Pemeriksaan
dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling akhir yang paling
ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosa plasenta previa. Walaupun ampuh
namun harus berhati-hati karena dapat menimbulkan perdarahan yang lebih hebat,
infeksi, juga menimbulkan his yang kemudian akan mengakibatkan partus yang
prematur. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum yaitu jika terdapat
perdarahan yang lebih dari 500 cc, perdarahan yang telah berulang, his telah
mulai dan janin sudah dapat hidup diluar janin (Mochtar, 1998). Dan pemeriksaan
dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan jika dilakukan dikamar operasi yang
telah siap untuk melakukan operasi dengan segera (Mose, 2004).
Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan fornises dengan hati-hati. Jika tulang kepala teraba, maka
kemungkinan plasenta previa kecil. Namun jika teraba bantalan lunak maka,
kemungkinan besar plasenta previa.
2.10
Penatalaksanaan
Menurut Mose (2004)
penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Ekspektatif,
dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia masih
kecil baginya. Sikap ekspektasi tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan
ibu baik dan perdarahannya sudah berhenti atau sedikit sekali. Dahulu ada
anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk
menghindari perdarahan yang fatal.
Menurut Scearce,
(2007) syarat terapi ekspektatif yaitu:
a. Kehamilan
preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum
ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan
umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
d. Janin
masih hidup.
2. Terminasi, dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan
sebelum terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan
telah cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah meninggal. Terminasi ini
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Cara
vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, dengan cara ini
maka pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat tertutup kembali (tamponade
pada plasenta) ( Mose, 2003).
Menurut Mochtar (1998)
penekanan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
1) Amniotomi
( pemecahan selaput ketuban)
Cara ini merupakan cara
yang dipilih untuk melancarkan persalinan pervaginam. Cara ini dilakukan
apabila plasenta previa lateralis, plasenta previa marginalis, atau plasenta
letak rendah, namun bila ada pembukaan. Pada primigravida telah terjadi
pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat dilakukan pada plasenta previa lateralis/
marginalis dengan janin yang sudah meninggal (Mochtar, 1998).
2) Memasang
cunam Willet Gausz
Pemasangan cunam Willet
Gausz dapat dilakukan dengan mengklem kulit kepala janin dengan cunam Willet
Gausz. Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa atau tali yang
diikatkan dengan beban kira-kira 50-100 gr atau sebuah batu bata seperti
katrol. Tindakan ini biasanya hanya dilakukan pada janin yang telah meninggal
dan perdarahan yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan pada
kulit kepala janin (Mochtar, 1998).
3) Metreurynter
Cara ini dapat dilakukan
dengan memasukkan kantong karet yang diisi udara dan air sebagai tampon, namun
cara ini sudah tidak dipakai lagi (Mochtar, 1998).
4) Versi
Braxton-Hicks
Cara ini dapat dilakukan
pada janin letak kepala, untuk mencari kakinya sehingga dapat ditarik
keluar. Cara ini dilakukan dengan
mengikatkan kaki dengan kain kasa, dikatrol, dan juga diberikan beban seberat
50-100 gr (Mochtar, 1998).
b. Dengan
cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim sehingga rahim
dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain itu seksio sesarea juga
dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim yang sering terjadi
pada persalinan pervaginam (Mochtar, 1998). Persalinan seksio sesarea
diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta previa. Pada sebagian besar kasus
dilakukan melalui insisi uterus transversal. Karena perdarahan janin dapat
terjadi akibat insisi ke dalam plasenta anterior (Cunningham et al, 2005).
Menurut
Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea pada plasenta
previa adalah:
a. Dilakukan
pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, serta semua
plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol.
b. Semua
plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak berhenti
dengan tindakan yang ada.
c. Plasenta
previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.
Menurut
Winkjosastro (1997) dalam Sihaloho (2009) gawat janin maupun kematian janin dan
bukan merupakan halangan untuk dilakukannya persalinan seksio sesarea, demi
keselamatan ibu. Tetapi apabila dijumpai gawat ibu kemungkinan persalinan
seksio sesarea ditunda sampai keadaan ibunya dapat diperbaiki, apabila
fasilitas memungkinkan untuk segera memperbaiki keadaan ibu, sebaiknya
dilakukan seksio sesarea jika itu merupakan satu-satunya tindakan yang terbaik
untuk mengatasi perdarahan yang banyak pada plasenta previa totalis.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
A. Identitas
Klien
Kaji nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain
itu perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab serta hubungannya dengan
klien.
B. Keluhan
Utama
Gejala pertama;
perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/ trimester III.
1)
Sifat pendarahan; tanpa
nyeri, berulang
2)
Sebab perdarahan;
placenta dan pembuluh darah yang robek.
3)
Sedikit banuaknya
perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan placenta.
C. Riwayat
Kesehatan
a)
Riwayat Obstetri
Memberikan informasi yang
penting mengenai kehamilan sebelumnya agar perawat dapt menentukan kemungkinan
masalah pada kehamilan sekarang. Riwayat obstersi meliputi:
1)
Gravida, para abortus,
dan anak hidup (GPAH)
2)
Berat badan bayi waktu
lahir dan usia gestasi
3)
Pengalaman persalinan,
jenis persalinan, tempat persalinan, dan
penolong persalinan
4)
Jenis anetesi dan
kesulitan persalinan
5)
Komplikasi maternal
seperti diabetes, hipertensi, infeksi dan pendarahan.
6)
Komplikasi pada bayi
7)
Rencana menyusui bayi
b)
Riwayat menstrurasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk
menentukan taksiran persalinan (TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama
haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHT dapat digunakan
rumus neagle, yaitu hari ditambah tujuh, bulang dikuranga tiga, tahun
disesuaikan.
c)
Riwayat konstrasepsi
Beberapa bentuk
konstrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, Ibu, atau keduanya. Riwayat
konstrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat kunjugan pertama.
Penggunaan konstrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kepthamilan
yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan orgal seksual pada
janin.
D. Riwayat
Penyakit dan operasi :
Kondisi kronis seperti
diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada
kehamilan. Oleh karena itu, adnya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma
pada persalinan sebelumnya harus di dokumentasikan.
E. Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan Fisik
1)
Rambut
Laju pertumbuhan rambut
berkembang
2)
Mata : pucat,anemis
3)
Gigi dan mulut
4)
Leher
5)
Buah dada/payudara
a.
Peningkatan pigmentasi
areola puting susu
b.
Bertambahnya ukuran
6)
Jantung dan paru
a.
Volume darah menurun
b.
Peningkatan frekuensi
nadi
c.
Penurunan resistensi
pembuluh darah sistemetik dan pembuluh darah pulmonal
d.
Terjadi hiperventilasi
selama kehamilan
7)
Abdomen
a.
Menentukan letak janin
b.
Menentukan tinggi fundus
uteri
8)
Vagina
a.
Peningkatan vaskularisasi
yang menimbulkan warna kebiruan (tanda Chandwick)
b.
Hipertropi epithelium
9)
Musculoskeletal
a.
Persendian tulang punggul
yang mengendur
b.
Gaya berjalan yang
canggung
c.
Terjadi pemisahan otot
rectum abdominalis dinamakan dengan diastastis rectal.
2.
Khusus
1)
Tinggi fundus uteri
2)
Posisi dan presentasi
janin
3)
Panggul dan janin lahir
4)
Denyut jantung janin
3.2
Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan perpusi jaringan
b.d perdarahan
2.
Kekurangan volume cairan
b.d kehilangan vaskuler berlebihan.
3.
Intoleransi aktifitas b.d
suplai O2 menurun
4.
Ansietas b.d Ancaman
kematian pada diri sendiri, janin.
5.
Kurang pengetahuan b.d
kurangnya informasi tentang penyakit.
3.3
Intervensi
Keperawatan
Dx
|
Tujuan
dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1 x 24 jam perfusi jaringan adekuat.
KH:
Ø
Tanda
vital normal
Ø
Membran
mukosa warna merah muda, tidak ada sianosis
|
1.
Monitor
tanda-tanda vital, warna kulit / membran mukosa, dasar kuku.
2.
Monitor
upaya pernafasan: auskultasi bunyi nafas.
3.
Kaji
respon verbal melambat, mudah terangsang, agiatasi, gangguan memori, bingung.
4.
Berikan
oksigen.
5.
Kolaborasi
dengan dokter di dalam pemeriksaan laboratorium darah, produk darah.
6.
Transfusi
darah
|
1.
Mengetahui
derajat / adekuatan perfusi jaringan.
2. Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena
regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung
3. Dapat mengidentifikasikan gangguan fungsi
serebral karena hipoksia
4. Memaksimalkan transfer oksigen ke jaringan
5. Mengidentifikasi defisiensi darah dan
kebutuhan pengobatan
6. Mengganti darah yang hilang.
|
2.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1 x 24 jam volume cairan adekuat KH:
Ø Tanda vital normal
Ø Membran mukosa lembab
Ø Tidak ada tanda-tanda anemia : pucat, lemah, hipotensi,
takikaradi
|
1.
Monitor
tanda vital.
2.
Monitor
tanda-tanda anemia: pucat, lemah, hipotensi, takikaradi
3.
Monitor
kehilangan darah.
4.
Pertahankan
tirah baring
5.
Transfusi
darah
|
1. Tekanan darah menurun dan nadi meningkat perkiraan
kehilangan darah
2. Mengukur berat atau tidaknya anemia
3. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan
4. Pencegahan pendarahan lebih parah.
5. Mengganti darah yang hilang
|
3.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1 x 24 jam klien dapat melakukan aktivitas tanpa ada
keletihan. KH:
Ø
Tanda
vital normal
Ø
Membaran
mukosa warna merah muda
Ø
Melaporkan
toleransi aktivitas (termaksuk aktivitas sehari-hari)
|
1.
Monitoring
gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
2.
Berikan
lingkungan tenang, pertahankan tirah baring.
3.
Ubah
posisi pasien dengan perlahan
4.
Observasi
tanda-tanda vital
5.
Berikan
bantuan aktifitas pada pasien
|
1.
Menunjukkan
perubahan neurologi karena defisiensi Vitamin B12 resiko cidera
2. Meningkatkan istirahat menurunkan oksigen tubuh
3. Membantu mobilasi pasien
4. Deteksi sedini mungkin adanya perubahan tanda-tanda vital
5. Mengurangi resiko cidera
|
4.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam klien dan keluarga tidak mengalami
kecemasan
KH:
Ø
Klien
tenang
Ø
Klien
mampu bersosialisasi
|
1.
Monitor
tingkat kecemasan dan reaksi fisisk tingkat kecemasan
2.
Jelaskan
prosedur tindakan operasional yang akan dilakukan pada pasien
3.
Tenangkan
pasien
4.
Beri
dukungan pada pasien
5.
Libatkan
keluarga dalam pemberian dukungan dan motivisi
6.
Kolaborasi
dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.
|
1.
Mengetahui
sejauh mana rasa cemas yang dialami pasien
2.
Memberi
informasi pada pasien.
3.
Menciptapkan
perasaan tentang pada pasien
4.
Menciptakan
perasan tenang
5.
Meningkatkan
perasaan berbagi pada pasien
6.
Dengan
penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang
dijelaskan sehingga cemas klien berkurang
|
5.
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam klien dan keluarga.
Mengerti tentang placenta previn KH:
Ø
Keluarga
dan pasien mengerti dengan penyakit placenta previa.
Ø
Keluarga
dan pasien mampu menjelaskan kembali apa yang di jelaskan perawat.
|
1.
Tanyakan
tingkat pendidikan keluarga dan klien
2.
Tanyakan
tingkat pengetahuan dan pasien
3.
Jelaskan
pada keluarga & pasien tentang penyakit placenta previa
4.
Beri
kesempatan pada keluarga dan pasien untuk menanyakan hal yang belum
dimengerti
5.
Libatkan
keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
|
1.
Memberikan
kemudahan dalam menjelaskan tentanf proses penyakit
2.
Untuk
mengetahui sampai mana keluarga dan pasien mengetahui penyebab dan tentang
penyakit yang dialami oleh klien.
3.
Untuk
menurunkan tingkat kecemasan keluarga dan pasien
4.
Memberikan
kemudahan dan menambah pengetahuan keluarga dan pasien tentang proses
penyakit
5.
Keterlibatan
keluarga dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit.
|
BAB
IV
ASUHAN
KEPERAWATAN KASUS
PADA
PASIEN IBU HAMIL DENGAN PLASENTA PREVIA
4.1
Pengkajian
A. Biodata
Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 37 th
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa Indonesia
Alamat : Jl. Mawar
Nusa
Pekerjaan : IRT
Nomor Register : 2019
Tanggal MRS : 24-09-2015
Pukul : 09.00 wib
Tanggal pengkajian : 24-09-2015
Diagnosa medis : Kehamilan plasenta previa
Identitas
Penanggung Jawab
Nama : Tn. B
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S 1 Pendidikan
Status perkawinan : Kawin
Suku bangsa : Jawa Indonesia
Alamat : Jl. Mawar
Nusa
Hubungan dengan pasien : Suami pasien
B. Keluhan
Utama
a)
Keluhan saat masuk rumah sakit
Pasien mengatakan mengalami perdarahan banyak dan tetapi
tidak mengalami nyeri.
b)
Keluhan saat pengkajian
Pasien mengatakan mengalami perdarahan banyak.
C. Riwayat
kebidanan
a)
Riwayat menstruasi
Menarce : 15 tahun
Siklus : teratur 28 hari
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : hari 1-2 ganti 3x pembalut,
hari 3-7 ganti 2x pembalut
Warnanya : coklat tua
Baunya : anyir
Disminore : tidak
Flour
albus : tidak
HPHT : 7 juni 2015
b)
Status perkawinan
Kawin
ke : 1
Lamanya
kawin : 12 tahun
Umur
kawin : 25 tahun
c)
Riwayat kehamilan sekarang
Hamil
ke : 3
usia
kehamilan : 20 minggu
ANC
TM I + keluhan : 1-2x mual + muntah
dalam sehari
TM
II + keluhan : 0-1x mual +
muntah dalam sehari
TM
III + keluhan : sudah tidak mual
tetapi kadang-kadang mengalami perdarahan sedikit.
Obat
– obatan yang pernah didapat : Fe dan
Suplemen.
Gerakan
pertama kali dirasakan : bayi
terasa menendang – nendang.
Imunis`si
TT :
2x (sebelum menikah dan saat hamil)
Penyuluhan
yang pernah didapat : perawatan /
cara menjaga kehamilan serta gizi pada bayi dan ibu hamil.
d)
Riwayat kehamilan
persalinan dan nifas BBl
Tahun
|
Riwayat anak ke
|
Kehamilan
|
Persalinan
|
Komplikasi nifas
|
Jenis
|
BBL
|
Pj
|
2000
|
1
|
36 minggu
|
Normal
|
-
|
Laki
|
3800 gr
|
59 cm
|
2007
|
2
|
30 minggu
|
SC
|
-
|
perempuan
|
2300 gr
|
45 cm
|
2015
|
3
|
20 minggu
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
e)
Riwayat kehamilan persalinan
dan nifas yang lalu
Pasien mengatakan ini kehamilan ketiga, dimasa kehamilan
yang pertama klien mengatakan melahirkan secara normal, BBL 3800 dan panjangx
59 cm. kemudian untuk kehamilan yang ke dua klien mengatakan melahirkan secara
SC, BBL 2300 gm dan panjang 45 cm.
f)
Riwayat KB
Pasien mengatakan selama ini tidak pernah menggunakan KB
suntik.
g)
Kelainan system
reproduksi
Pasien mengatakan selama ini tidak penah mengalami system
reproduksi
D. Riwayat
Kesehatan
a)
Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan mengalami pendarahan pervaginam mulai
tanggal……, perdarahan yang dialami terjadi secara berulang-ulang dan tidak
mengalami nyeri sama sekali. Perdarahan semakin banyak apabila dibuat
beraktifitas atau berjalan, perdarahan akan berkurang apabila dibuat istirahat
atau bedtres total nyeri akan terasa lenih sakit saat dibuat berjalan dan
beraktifitas lainnya. Saat mengalami perdarahan, pasien mengganti
pembalut 3-5 dalam sehari dan pembalutnya penuh dengan darah, kemudian
pasien diantar suaminya untuk memeriksakan kondisinya ke rumah sakit umum blambangan
pada tanggal 24 september 2015 pukul 09.00. sampai di UGD pasien mengalami
perdarahan, kemudian ibu diberi terapi infuse RL 12 tpm, MgSO4 4 gr
IV dosis awal.
b)
Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan tidak pernah
menderita penyakit menahun seperti jantung, asma, penyakit menurun seperti DM,
hipertensi, dan penyakit menular seperti TBC, HIV, pasien hanya mengalami sakit
batuk, pilek, tetapi pasien pernah mengalami operasi kuretage.
c)
Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak pernah
menderita penyakit menahun seperti jantung, asma, penyakit menurun seperti DM,
hipertensi, dan penyakit menular seperti TBC, HIV, tetapi pasien pernah
mengalami operasi kuretage.
E. Keadaan psikososial dan spiritual
a)
Keadaan psikologis
Pasien mengalami kekawatiran dan ketakutan akan keselamatan
diri dan bayinya saat ini, karena sering mengalami perdarahan berulang.
b)
Keadaan social
Hubungan pasien dengan semua baik, hubungan pasien dengan
keluarga baik dan hubungan pasien dengan oetugas juga baik.
c)
Keadaan spiritual
Pasien selalu berdoa dan sholat mengharapkan kehamilan dan
persalinannya nanti diberi kelancaran.
F.
Latar belakang sosial budaya
Pasien dan suaminnya berasal dari jawa, selama hamil tidak
ada pantangan dalam jenis apapun. Pasien tidak minum jamu selama hamil dan
selama hamil pasien sempat mengadakan selamatan 3 bulanan dan 7 bulanan.
G.
Pola Kebiasaan Sehari-hari
a)
Pola Nutrisi
·
Sebelum sakit
Makan : 3x sehari, porsi sedang
dengan menu nasi, sayur, lauk pauk
Minum : 7-8 gelas sehari (air putih)
·
Saat sakit
Makan : 1-2 sehari, porsi ½
dari RS dengan menu bubur, sayur, lauk pauk.
Minum : 6-7 gelas (air putih dan
susu)
b)
Pola Eliminasi
·
Sebelum sakit
BAB : 2x sehari, konsistensi lunak,
warna kuning, bau khas feses, tidak ada keluhan
BAK : 6-7 sehari warna kuning
jernih, bau khas urin, tidak ada keluhan
·
Saat sakit
BAB : 0-1x sehari, mengalami
konstipasi karena penurunan peristaltic usus, warna kuning, bau khas feses, ada
keluhan.
BAK : 4-5 sehari, warna kuning
jernih, bau khas urin, tidak ada keluhan.
c)
Pola Kebersihan Diri
·
Sebelum sakit : pasien
mandi 2x sehari, 2x gosok gigi, keramas 2x dalam seminggu, ganti baju 2x
sehari, dang anti pakaian dalam 2x sehari.
·
Saat sakit :
pasien hanya diseka 2x sehari, 2x gosok gigi, keramas 2x dalam seminggu, ganti
baju 2x sehari, dang anti pakaian dalam 2x sehari tetapi pasien tidak dapat
melakukan secara mandiri dan tergantung pada orang lain.
d)
Pola Aktivitas
·
Sebelum sakit : pasien
mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri seperti memasak, mencuci, menyapu,
mengepel, dll
·
Saat sakit :
semua pekerjaan rumahnya, pasien dibantu oleh keluargannya yang lain dan susah
beraktivitas.
e)
Pola Istirahat tidur
·
Sebelum sakit : pasien
tidur siang ± 2 jam sehari (jam 12.00-14.00) dan tidur malam ± 8 jam sehari
(21.00-05.00).
·
Saat sakit :
pasien tidak bias tidur siang dan mengalami gangguan tidur karena perdarahan
yang berulang-ulang dan tidur malam ± 4-5 jam dalam sehari (01.00-05.00).
f)
Pola kebiasaan seksual
·
Sebelum sakit : pasien
tidak pernah melakukan hubungan intim dengan suaminya.
·
Saat sakit :
pasien juga tidak pernah melakukan hubungan intim dengan suaminya.
4.2
Data
Objektif
1.
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : lemah dan
terjadi syok hipovolemik, turgor kulit menurun, mata cowong, konjungtiva
anemis/ tampak pucat, adanya perdarahan pervaginam, dan mukosa bibir kering.
Kesadaran : somnolen
TTV
TD : 90/70
N : 120x/ menit
S : 36º C, akral dingin
RR : 24x/ menit
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
Inspeksi
Kepala : bersih, tidak ada ketombe,
warna rambut hitam, dan rambut tidak rontok.
Muka : terlihat pucat.
Mata : bentuk simetris, konjungtiva
anemis/ aklera juga tampak pucat, tidak odem, mata cowong.
Hidung : lubang hidung simetris, tidak
ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada secret.
Telinga : bentuk simetris, bersih,
tidak ada serumen, dan tidak ada lesi.
Leher : bentuk simetris dan tidak
ada lesi.
Dada/
payudara : bentuk payudarah mengalami
pembesaran dan adannya tacypnea.
Perut/
abdomen : adanya penonjolan pada
abdoment yang lembut terdapat letak janin yang salah, dan tinggi fundus lebih
tinggi.
Genetalian
:
1)
Sebelum tindaka operasi :
ditemukan adanya pendarahan pervaginam dan genetalia berwarna kemerahan.
2)
Setelah dilakukan operasi
: ditemukan adanya darah yang keluar sedikit, genetalia berwarna kemerahan dan
adanya nyeri pada genetalia.
Anus : bersih dan tidak hemoroid
Ekstrimitas,
integument, kuku : pada ekstrimitas atas
dan bawah ditemukan adanya akral dingin, terdapat sianosis, turgor kulit
menurun, berkeringat, kulit dingin dan lembaba.
b.
Palpasi
Leher : tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak ada pembendungan vena jugularis.
Ketiak : tidak ada pembesaran
kelenjar limfe.
Payudarah/
dada : adanya nyeri tekan
Perut/
abdomen :
1.
Leopold I : TFU 35 cm, teraba lunak, kurang bundar
dan kurang melenting (letak bokong)
2.
Leopold II : terdapat letak punggug janin
3.
Leopold III : terdapat letak kepala janin.
4.
Leopold IV : -
c.
Auskultasi
Dada : tidak ada bunyi wezhing
dan ronchi.
Jantung : jantuk berdetak dengan
cepat.
Perut
/ abdomen : terdengar bising usus 8x/ menit
d.
Perkusi
Reflek
patella : +/+
3.
Pemeriksaan Panggul
Distesnsia
spinarum : 27 cm
Distesnsia
eristarum : 30 cm
Konjungtiva
eksterna : 21 cm
Lingkar
panggul : 92 cm
4.
Data penunjang
a.
Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui asal pendarahan misalnya dari dalam uterus dari
kelainan serviks, vagina dll.
b.
Pemeriksaan Radio
Isotopik
1)
Placentografi jaringan
lunak (soft tissue placentography) untuk mencoba melokalisir placenta berada.
2)
Sitografi : untuk
memastikan kemungkinan placenta previa.
3)
Placentografi indirex :
yaitu membuat foto seri lateral dan anterior posterior, ibu dalam posisi
berdiri/ duduk setengah berdiri.
c.
Ultra sonografi
Plasenta insersi di SBR
menutup sebagian atau seluruh OIU.
d. Pemeriksaan darah
Darah yang keluar
berwarna merah segar, Hb 9 gr/dl, hematokrit 25 %.
5.
Harapan klien/ keluwarga
sehubungan dengan penyakitnya
Klien dan kluwarga klien
mengharapkan penyakitnya ini bias sembuh dan kehamilannya bias normal kembali,
sehingga tidak harus mengorbankan janin atau ibu.
4.3
Analisa
Data
Nama
: Ny. A
No.
reg : 2019
NO
|
Kelompok Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
Ds:
Pasien mengatakan
mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar, ganti pembalut 3-5x
dalam sehari dan pembalut terisi penuh.
Do:
Ø KU : lemah
Ø Kesadaran :
somnolen
Ø
Turgor kulit menurun, mata cowong,
konjungtiva dan sclera anemis.
Ø
Adanya perdarahan merah segar.
Ø
Mukosa bibir kering
Ø TTV
TD: 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
|
Segmen bawah
uterus melebar dan menipis
Servik membuka
Terlepasnya
plasenta dari dinding uterus
Sinus uterus terobek
Ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
Perdarahan hebat
Kurangnya volume
cairan
|
Kurangnya volume
cairan
|
2
|
Ds:
Pasien mengatakan
mengalami perdarahan pervaginam berwarna merah segar, ganti pembalut 3-5x
dalam sehari dan pembalut terisi penuh.
Do:
Ø
KU : lemah dan adanya syok hipovolemik
Ø
Kesadaran : somnolen
Ø
DJJ janin tidak normal 160/ menit
Ø
Adanya kontraksi uterus
Ø
Adanya efek hipoksia pada janin
Ø TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
Ø Px USG : plasenta
insersi di SBR menutup sebagian atau seluruh OUI.
|
Segmen bawah uterus melebar dan menipis
Servik
membuka
Terlepasnya
plasenta dari dinding uterus
Sinus uterus
terobek
Ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus
Gangguan perfusi
jaringan
|
Gangguan perfusi
jaringan pada janin
|
4.4
Diagnosa
Keperawatan
Nama
: Ny. A
No. Reg : 2019
Tgl Muncul
|
Diagnosa
|
Tgl Teratasi
|
24-09-2015
|
Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan
(perdarahan) yang berlebihan
|
26-09-2015
|
24-09-2015
|
Gangguan perfusi jaringan pada janin sehubungan dengan
adanya perdarahan
|
26-09-2015
|
4.5
Intervensi
Dx
|
Tujuan dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1 x 24 jam volume cairan adekuat KH:
Ø Tanda vital normal
Ø Membran mukosa lembab
Ø Tidak ada tanda-tanda anemia : pucat, lemah, hipotensi,
takikaradi
|
1.
BHSP
2.
Observasi TTV
3.
Catat intek dan out put
4.
Kaji dan catat jumlah dan bentuk
pendarahan yang hilang.
5.
Anjurkan pasien bedtres total/ tidak
beraktivitas
6.
Anjurkan banyak minum
7.
Kaji adanya syok, warna membrane mukosa
dan kulit.
8.
Monitor pergerakan uterus, janin dan
kelembutan abdomen dengan menggunakan USG maupun manual/ dengan menggunakan
tangan.
9.
Hindari pemeriksaan rectal/ vagina
(menggunakan speculum yang terlalu dalam serta pemeriksaan VT).
10.
Monitor intake/output, kaji berat jenis
urin tiap jam.
11.
Kolaborasi dengan tim lab untuk
pemeriksaan darah lengkap
12.
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh (transfuse darah)
|
1. Dapat menumbuhkan rasa saling percaya sehingga mempermudah
tindakan medis.
2. Tekanan
darah menurun dan nadi meningkat perkiraan kehilangan darah.
3. Dengan
mengetahui intek dan out put cairan diketahui keseimbangan cairan dalam
tubuh.
4. Mengetahui
jumlah darah dan bentuk pendarahan yang hilang.
5. Perdarahan
dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau
orgasme ( yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan
6. Minum
yang sering dapat menambah pemasukan cairan melalui oral.
7. Mengetahui
ada atau tidaknya anemia.
8. Untuk
menmgetahui keadaan atau kesejahteraan janin.
9. Dapat
meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa marginal/ total
terjadi.
10.
Dengan mengetahui intek
dan out put cairan diketahui keseimbangan cairan dalam tubuh.
11.
Untuk
mencari kelainan pada darah.
12.
Membantu kebutuhan
cairan dalam tubuh.
|
2.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1 x 24 jam perfusi jaringan adekuat.
KH:
Ø
Tanda
vital normal
Ø
Membran
mukosa warna merah muda, tidak ada sianosis
|
1.
BHSP
2.
Mengobservasi TTV
3.
Kaji dan catat denyut jantung janin, catat
takikardi/ bradikardi, catat perubahan aktivitas janin (hipoaktivitas/
hiperaktivitas).
4.
Catat perdarahan ibu dan kontraksi uterus,
umur kehamilan dan tinggi fundus.
5.
Anjurkan bedtrs dengan posisi lateral
kiri.
6.
Kolaborasi pemberian suplemenoksigen pada
ibu.
7.
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian pergantian cairan yang
hilang.
8.
Kolaborasi dalam pemeriksaan USG
|
1. Dapat menumbuhkan rasa saling percaya sehingga mempermudah
tindakan medis.
2. Tekanan
darah menurun dan nadi meningkat perkiraan kehilangan darah.
3. Denyut
jantung yang masih dalam keadaan normal dan aktif menandakan janin dalam
keadaan baik.
4. Jika kontraksi uterus di sertai dilatasi servik bedtres dan
pengobatan tidak aktif.
5. Posisi lateral kiri meringankan tekanan inferior dan
meningkatkan sirkulasi gas janin dengan plasenta.
6. Peningkatan oksigen dapat mensuplai pada janin.
7. Memelihara volume sirkulasi yang adekuat untuk transfer
oksigen.
8. Untuk
menmgetahui keadaan atau kesejahteraan janin.
|
4.6
Implementasi
Nama
: Ny. A
No. Reg
: 2019
TGL
|
Jam
|
No. Dx
|
Tindakan Keperawatan
|
TTD
|
24-09-2015
|
10.00
10.00
10.30
10.45
11.00
11.00
11.10
11.30
11.45
12.15
12.30
13.00
13.30
|
1
|
1.
BHSP
2.
Mengobservasi TTV
3.
Mencatat intek dan out
put
4.
Mengkaji dan catat jumlah dan bentuk
pendarahan yang hilang.
5.
Menganjurkan pasien bedtres total/ tidak
beraktivitas
6.
Menganjurkan banyak minum
7.
Mengkaji adanya syok, warna membrane
mukosa dan kulit.
8.
Memonitor pergerakan uterus, janin dan
kelembutan abdomen dengan menggunakan USG maupun manual/ dengan menggunakan
tangan.
9.
Menghindari pemeriksaan rectal/ vagina
(menggunakan speculum yang terlalu dalam serta pemeriksaan VT).
10.
Memonitor intake/output, kaji berat jenis
urin tiap jam.
12. Berkolaborasi
dengan tim lab untuk pemeriksaan darah lengkap
13. Berkolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh
(transfuse darah)
|
|
24-09-2015
|
10.00
10.00
10.15
11.20
12.00
12.05
12.30
12.45
|
2
|
1.
BHSP
2.
Mengobservasi TTV
3.
Mengkaji dan catat denyut jantung janin,
catat takikardi/ bradikardi, catat perubahan aktivitas janin (hipoaktivitas/
hiperaktivitas).
4.
Mencatat perdarahan ibu dan kontraksi
uterus, umur kehamilan dan tinggi fundus.
5.
Menganjurkan bedtrs dengan posisi lateral
kiri.
6.
Berkolaborasi pemberian suplemenoksigen
pada ibu.
7.
Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian pergantian yang hilang.
8.
Berkolaborasi dalam pemeriksaan USG
|
|
25-09-2015
|
08.00
08.00
08.15
08.30
09.00
09.30
09.50
10.15
10.45
|
1
|
1.
BHSP
2.
Mengobservasi TTV
3.
Mengobservasi kebutuhan cairan
4.
Mengkaji dan catat jumlah dan bentuk
pendarahan yang hilang.
5.
Menganjurkan banyak minum
6.
Memonitor intake/output, kaji berat jenis
urin tiap jam.
7.
Memonitor keadekuatan pergantian cairan
dengan monitor sain dan tekanan vena sentral.
8.
Berkolaborasi dengan tim lab untuk
pemeriksaan darah lengkap
9.
Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian cairan intra vena, plasma, darah utuh (transfuse darah)
|
|
25-09-2015
|
08.00
08.00
08.50
09.45
|
2
|
1.
BHSP
2.
Mengobservasi TTV
3.
Berkolaborasi pemberian suplemenoksigen
pada ibu.
4.
Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian pergantian yang hilang.
|
4.6
Evaluasi
Nama
: Ny. A
No.
reg : 2019
NO
|
Tanggal 24-09-2015
|
Tanggal 25-09-2015
|
Tanggal 26-09-2015
|
1
|
S : Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam
berwarna merah segar sejak 17-09-2015
O :
Ø
KU : lemah
Ø
Kesadaran : somnolen
Ø
Turgor kulit menurun, mata cowong.
Konjungtiva dan sclera anemis
Ø
Adanya perdarahan merah segar
Ø
Mukosa bibir kering
Ø
TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/ menit
S : 36º C
RR : 24x/ menit
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14)
|
S : Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervagina
sedikit.
O :
Ø
KU : agak baik
Ø
Kesadaran : kompos metis
Ø
Turgor kulit sedikit menurun, mata sedikit
cowong, konjungtiva dan sclera tidak terlalu anemis.
Ø
Sedikit perdarahan
Ø
Mukosa agak lembab
Ø
TTV
TD : 100/70 mmHg
S : 36,5º C
N : 100x/menit
RR : 23x/ Menit
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,4,6,10,11,12)
|
S : Pasien mengatakan tidak mengalami perdarahan pervagina
O :
Ø
KU : baik
Ø
Kesadaran : kompos metis
Ø
Turgor kulit normal, mata tidak cowong,
konjungtiva dan sclera tidak anemis
Ø
Tidak adanya perdarahan
Ø
Mukosa bibir lembab
Ø
TTV
TD : 120/70 mmHg
S : 37,5º C
N : 84x/ menit
RR : 22x/ menit
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
|
2
|
S : Pasien mengatakan mengalami perdarahan pervaginam
berwarna merah segar, ganti pembalut 3-5x dalam sehari dan pembalut terisi
penuh.
O :
Ø KU : lemah dan
adanya syok hipovolemik
Ø Kesadaran :
somnolen
Ø DJJ janin tidak
normal 160/menit
Ø Adanya kontraksi
uterus
Ø Adanya efek
hipoksia pada janin
Ø TTV
TD : 90/70 mmHg
N : 120x/menit
S : 36º C
RR : 24x/menit
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,4,5,6,7,8,9)
|
S : Pasien mengatakan perdarahan vagina sedikit
O :
Ø
KU : lebih baik
Ø
Kesadaran : kompos mentis
Ø
Sudah tidak ada DJJ (karena bayi sudah
lahir), oleh karena itu langsung dengan pemeriksaan nadi 120/menit.
Ø
Tidak terdapat kontraksi uterus
Ø
Janin sudah tidak hipoksia
Ø
TTV:
TD : 100/70 mmHg
S : 36,5º C
N : 100x/menit
RR : 23x/menit
A : masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
( 1,2,6,7 )
|
S : Pasien mengatakan sudah tidak terjadi perdarahan.
O :
Ø
KU : baik
Ø
Kesadaran : kompos mentis
Ø
TTV:
TD : 120/70 mmHg
S : 37,5º C
N : 84x/menit
RR : 22x/menit
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
|
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
dapat diambil dari makalah ini adalah :
a.
Plasenta previa adalah
plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bahwa uterus sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal
plasenta terletak dibagian atas uterus.
b.
Etiologi belum diketahui
pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grande multipara, pramigravida
tua, bekas seksio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin, dan leiomioma uteri.
5.2 Saran
a.
Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini
dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam mengenali placenta previa.
b.
Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah
placenta previani dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan mampu memberikan
frekuensi yang berguna untuk meningkatkan penanganan dan pengetahuan bagi
petugas medis untuk merawat ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marlyn. E
. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed
3. Jakarta : EGC
Mansjoer Arif, dkk.
2000. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi III. Jilid I. Media Aesculapius FKUI
Sarwono, 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT
Bina Pustaka.
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan. Edisi 3. jakarta : EGC.