Selasa, 27 Oktober 2015

Fenomena Pandemi, Endemi, Sporadik, Epidemic, Terbaru

Fenomena Pandemi, Endemi, Sporadik, Epidemic

  • Pandemi
Pandemi adalah epidemi penyakit menular yang menyebar melalui populasi manusia di kawasan yang luas, misalnya benua, atau bahkan di seluruh dunia. Fenomena pandemic yaitu Flu babi pada tahun 2009.
Wabah flu babi 2009 adalah pandemi galur virus influenza baru yang diidentifikasi pada bulan April 2009, yang biasa disebut sebagai flu babi. Galur virus ini diperkirakan sebagai mutasi empat galur virus influenza A subtipe H1N1: dua endemik pada manusia, satu endemik pada burung, dan dua endemik pada babi. Sumber wabah ini pada manusia belum diketahui, namun kasus-kasus pertama ditemukan di Amerika Serikat dan kemudian di Meksiko, yang mengalami peningkatan jumlah kasus, banyak di antaranya fatal.

WHO secara resmi menyatakan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Juni 2009, namun menekankan bahwa pernyataan ini adalah karena penyebaran global virus ini, bukan karena tingkat bahayanya. WHO menyatakan pandemi ini berdampak tidak terlalu parah di negara-negara yang relatif maju, namun dianjurkan untuk mengantisipasi masalah yang lebih berat saat virus menyebar ke daerah dengan sumber daya terbatas, perawatan kesehatan yang buruk, dan bermasalah medis. Laju kematian kasus (case fatality rate atau CFR) galur pandemik ini diperkirakan 0,4 % (selang 0,3%-1,5%.
Sampai saat ini masih belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi. Berita terkini dari WHO menyatakan bahwa “74 negara secara resmi telah melaporkan 27.737 kasus influenza A (H1N1), termasuk 141 kematian.[4] Sampai 24 Mei 2009 hampir 90 persen kematian yang dilaporkan terjadi di Meksiko. Ini telah mengundang spekulasi bahwa Meksiko mungkin telah berada di tengah-tengah epidemi yang tidak diketahui berbulan-bulan sebelum berjangkitnya wabah saat ini. Menurut CDC, fakta bahwa kegiatan infeksi virus flu saat ini dipantau lebih cermat mungkin menerangkan mengapa lebih banyak kasus flu yang dicatat di Meksiko, Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Sekitar setengah dari semua virus influenza yang dideteksi sejauh ini adalah virus baru H1N1, yang “menurut para pakar untuk saat ini tidak lebih buruk daripada influenza musiman.
  • Endemi
Endemi adalah berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang sama atau keberadaan suatu penyakit yang terus-menerus didalam populasi atau wilayah tertentu. Fenomena endemic yaitu penyakit filariasis.
Penyebaran penyakit filariasis hampir di seluruh wilayah Indonesia dan di beberapa daerah dengan endemisitas yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil survei darah padatahun 1999 tingkat endemisitas penyakit filariasis masih tinggi dengan rata-rata Mf  rate 3,1%. Hal ini menunjukkan bahwa penularan filariasis di Indonesia masih tinggi. Secara umum, Filaria bancrqfti tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, sedangkan W. bancrofti tipe perkotaan ditemukan di perkotaan dan sekitarnya antara lain Jakarta, Bekasi, Tanggerang, Lebak (Banten), Semarang dan Pekalongan. Filariasis malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Seram. Filariasis timori terdapat di Kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor dan Sumba. Penyakit filariasis terjadi apabila ada lima unsur utama yaitu, sumber penularan (manusia dan hewan sebagai reservoir), parasit (cacing), vektor (nyamuk), manusia yang rentan (host), dan lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan sosial budaya).
Keadaan lingkungan sangat berpengaruh terhadap transmisi filariasis. Biasanya daerah endemis B. malayi adalah daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau badan air yang lain dengan tanaman air. Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe perkotaan (urban) adalah daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak genangan air kotor sebagai habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex quinquefaciatus. Habitat vektor filariasis sangat bervariasi antara lain berupa genangan air seperti rawa-rawa, yang sangat potensial untuk berkembangbiaknya. manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Dengan perkiraan sebanyak 90.2 juta penduduk dunia telah terinfeksi, lebih dari 90 % berasal dari jenis filariasis bancrofti dan kurang dari 10 % adalah jenis filariasis brugia .
Penyebaran dan penularan penyakit ini sangat erat kaitannya dengan social ekonomi dan perilaku yang menjadi factor utama terjadinya epidemi di masyarakat. Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukan mikrofilaria dalam peredaran darah. W. bancrofti dan B. timori hanya ditemukan pada manusia. Di Indonesia B.malayi dapat menyerang manusia dan hewan.
Kejadian filariasis dari hasil Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa dari 33 propinsi, Propinsi Papua Barat persentase responden yang menyatakan pernah terkena filariasis sebesar 0, 28%, Daerah Istimewa Aceh (D.I. Aceh) sebesar 0,25 %. Propinsi yang tidak ada kejadian filariasis dalam kurun waktu 12 bulan terakhir adalah Daerah Istimewa Yogjakarta (D.I.Y). Di Indonesia dilaporkan 22 propinsi telah terinfeksi filarisis diperkirakan sebanyak 150 juta orang, dan tertinggi ditemukan di Papua (WHO, 2001). Di daerah endemik risiko terkena filariasis > 10 – 50% dapat terinfeksi filariasis dan 10%. Sebagian diantaranya adalah wanita yang sering memberi dampak sosial, ekonomi serta mental secara psikologis, sehingga tidak dapat bekerja secara optimal dan hidup selalu tergantung pada orang . Secara statistik variabel jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir. Jadi tidak ada perbedaan yang nyata terhadap risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir antara laki – laki dan perempuan.
Penularan filariasis dapat terjadi pada setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Demikian pula halnya dengan perbedaan kelompok umur, kelompok umur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir. Jadi secara statistic tidak ada perbedaan yang nyata terhadap risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir antara kelompok umur beresiko, yaitu umur di bawah 21 tahun dan umur di atas 35 tahun dibandingkan dengan kelompok umur tidak beresiko. Penularan terjadi pada siapa saja tidak tergantung umur tua atau muda, tetapi terjadi kontak dengan nyamuk vektomya atau tidak.
Pemakaian kelambu merupakan satu cara pencegahan terhadap penyakit tular vektor termasuk filariasis, yaitu untuk memutus rantai penularan (menghindarkan kontak antara manusia dengan nyamuk vektor). Temyata secara statistik variable pemakaian kelambu tidak memiiiki hubungan yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir. Jadi secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata terhadap risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir antara mereka yang semalam tidur memakai kelambu dan yang memakai kelambu. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh karena cara pemakaian kelambu yang kurang benar atau kelambu yang digunakan sudah tidak layak pakai (robek, sudah usang dan berlubang).
sehingga nyamuk masih dapat kontak dengan manusia. Keadaan lingkungan sangat berpengaruh terhadap transmisi filariasis. Biasanya daerah endemis B. malayi adalah daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau badan air yang lain dengan tanaman air. Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe perkotaan (urban) adalah daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak genangan air kotor sebagai habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex quinquefaciatus.
  • Sporadik
Sporadik adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang berada di suatu wilayah tertentu dengan frekuensinya yang berubah-rubah menurut perubahan waktu. Adapun fenomena dari sporadic yaitu Virus polio.
Virus polio dapat melumpuhkan bahkan membunuh. Virus ini menular melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat menular dan selalu menyerang anak balita. Dua puluh tahun silam, polio melumpuhkan 1.000 anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Tapi pada 1988 muncul Gerakan Pemberantasan Polio Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus polio yang dilaporkan muncul di seluruh dunia. Umumnya kasus tersebut hanya terjadi di enam Negara. Kurang dari setahun ini, anggapan dunia bebas polio sudah berakhir.
Pada awal Maret tahun 2005, Indonesia muncul kasus polio pertama selama satu dasa warsa. Artinya, reputasi sebagai negeri bebas polio yang disandang selama 10 tahun pun hilang ketika seorang anak berusia 20 bulan di Jawa Barat terjangkit penyakit ini. (Lebih lanjut baca  “Polio: cerita dari Jawa Barat)  Menurut analisa, virus tersebut dibawa dari sebelah utara Nigeria. Sejak itu polio menyebar ke beberapa daerah di Indonesia dan menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi. Polio bisa mengakibatkan kelumpuhan dan kematian. Virusnya cenderung menyebar dan menular dengan cepat apalagi di tempat-tempat yang kebersihannya buruk.
Indonesia sekarang mewakili satu per lima dari seluruh penderita polio secara global tahun ini. Kalau tidak dihentikan segera, virus ini akan segera tersebar ke seluruh pelosok negeri dan bahkan ke Negara-negara tetangga terutama daerah yang angka cakupan imunisasinya masih rendah.
Indonesia merupakan Negara ke-16 yang dijangkiti kembali virus tersebut. Banyak pihak khawatir tingginya kasus polio di Indonesia akan menjadikan Indonesia menjadi pengekspor virus ke Negara-negara lain, khususnya di Asia Timur. Wabah polio yang baru saja terjadi di Indonesia dapat dipandang sebagai sebuah krisis kesehatan dengan implikasi global.
  • Epidemi
Dalam epidemiologi, epidemi berasal dari bahasa Yunani yaitu “epi” berarti pada dan “demos” berarti rakyat. Dengan kata lain, epidemi adalah wabah yang terjadi secara lebih cepat daripada yang diduga. Jumlah kasus baru penyakit di dalam suatu populasi dalam periode waktu tertentu disebut incide rate (laju timbulnya penyakit). Fenomena epidemic yaitu HIV.
Dalam laporan bulanan kasus kumulatif kasus HIV/AIDS yang dikeluarkan Ditjen PPM&PL, Depkeskesos, sampai Juli 2001 tercatat 50 kasus HIV/AIDS di Kalimantan Barat (Kalbar) yang terdiri atas 49 HIV (28 di antaranya nelayan asing yang sudah dipulangkan ke negaranya) dan 1 AIDS dengan kematian 1. Epidemi HIV di Kalbar selalu dikait-kaitkan dengan kehadiran nelayan Thailand.
Di salah satu sesi pada Kongres AIDS Internasional Asia Pasifik IV 1997 di Manila, Filipina, pembicara dari Indonesia, ketika itu alm. dr. Hadi M. Abednego, waktu itu Dirjen PPM&PLP Depkes, diprotes oleh seorang remaja Thailand, waktu itu berusia 17 tahun, aktivis di Population Council Thailand, karena menyebutkan penularan HIV di Merauke, Papua (d/h. Irian Jaya) terjadi karena kehadiran nelayan Thailand.
Soalnya, menurut gadis itu, mobilitas penduduk Merauke juga perlu diperhitungkan. Penduduk dari daerah lain di Indonesia juga, ‘kan, datang ke sana. Dia sangat menyesalkan cara penyajian yang mengait-ngaitkan sebuah bangsa dengan epidemi HIV karena tidak hanya nelayan Thailand yang mengunjungi Merauke. Penduduk dari daerah dan negara lain pun ada yang datang Merauke. Begitu pula dengan penduduk Merauke tentu saja mereka juga bepergian pula ke luar daerahnya.
Bertolak dari fakta di atas tentulah cara-cara yang selalu menyalahkan pihak lain dan menuding nelayan suatu bangsa sebagai penyebar HIV tidak etis dan hal itu pun merupakan penyangkalan terhadap epidemi HIV yang sudah ada di depan mata dan penyebarannya pun sudah terjadi secara horizontal antara penduduk setempat. Bisa saja ada penduduk Kalbar yang tertular HIV di luar daerah atau di luar negeri, atau sebaliknya ada penduduk dari daerah lain atau negara lain yang menulari penduduk Kalbar.
Dalam masalah HIV/AIDS seseorang berisiko tertular HIV jika (1) melakukan hubungan seks (sanggama) baik heteroseks, homoseks, seks anal dan oral tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, (2) melakukan hubugnan seks (sanggama) baik heteroseks, homoseks, seks anal dan oral tanpa kondom dengan seseorang yang berganti-ganti pasangan di dalam dan di luar nikah, (3) menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV, dan (4) memakai jarum suntik dan semprit secara bersama dengan bergantian.
Maka biar pun prevalensi HIV/AIDS di Kalbar per 100.000 penduduk 0,02 tetapi kalau seseorang melakukan kegiatan-kegiatan yang berisiko maka kemungkinan tertular pun tetap ada. Probabilitas (kemungkinan) tertular HIV melalui sanggama yang tidak aman antara pria dengan wanita yang HIV-positif berkisar antara 0,03-5,6 persen untuk setiap kontak, tetapi karena hubungan seks sering dilakukan, apalagi dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan orang yang suka berganti-ganti pasangan, maka risiko tertular pun meningkat pula.
Namun, biar pun HIV/AIDS merupakan fakta medis tetapi tidak sedikit orang, termasuk jajaran Depkes, yang panik. Misalnya, ada pernyataan Kakanwil Depkeskesos Kalbar yang mengatakan akan mengetes darah penduduk Kepulauan Karimata, Kabupaten Ketepang hanya karena ada nelayan Thailand yang mampir ke pulau itu jelas tidak rasional. Soalnya, belum tentu semua penduduk melakukan kegiatan berisiko, seperti bayi dan orang-orang yang sudah uzur. HIV tidak menular melalui pergaulan sosial.
Referensi

Sabtu, 30 Mei 2015

asuhan keperawatan pada pasien dengan IBS ( Irritabel bowel syndrome )



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1       LATAR BELAKANG
Irritabel bowel syndrome (IBS) merupakan kelainan fungsional saluran cerna yang sering terjadi yang ditandai dengan nyeri perut, rasa tidak nyaman diperut dan perubahan pola buang air besar (BAB). Sebagai gejala tambahan pada nyeri perut, diare atau konstipasi, gejala khas lain meliputi perut kembung, adanya gas dalam perut, stool urgensi atau strining dan perasaan evakuasi kotoran tidak lengkap Irritabel bowel syndrome merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan. Perkiraan yang tepat prevalensi IBS sangat sulit, karena hampir 70% dari orang dengan gejala IBS tidak mendatangi tempat pelayanan kesehatan.
Penelitian lain oleh Hungin di 8 negara eropa mendapakan prevalensi IBS sebesar 11,5% (6,2-12%). Sedangkan dari penelitian epidemiologi di Birmingham pada 8386 pasien, didapatkan prevalensi IBS 10,9% (6,6% laki-laki dan 14% perempuan), dengan profil gejala yang ditandai dengan diare 25,4%, konstipasi 24,1% dan gejala bergantian diare dan konstipasi 46,7%. Irritabel bowel syndrome pada umumnya dianggap sebagai penyakitnya wanita, berdasarkan temuan pada sampel dimana wanita 3-4 kali lebih sering dari laki-laki pada seting klinis, dan diperkirakan 2:1 pada komunitas masyarakat.Alasan kenapa wanita lebih sering mengalami IBS belum diketahui.
Jika seseorang mengalami gejala – gejala seperti konstipasi, diare dan lain – lain yang mengindikasikan kepada penyakit IBS, maka sebaiknya orang tersebut langsung memeriksakannya ke rumah sakit atau ke pelayanan kesehatan. Karena apabila terlambat, penyakit IBS ini akan memberikan rasa tidak nyaman yang terus menerusn dan menyebabkan gangguan yang lebih parah pada saluran pencernaan kita.
\Oleh karena itu penting sekali memeriksakan penyekit ini secepat mungkin ketika kita menemukan gejala – gejala yang mengindikasikan pada penyakit IBS. Proses keperawatan juga tidak kalah penting untuk menunjang proses penyembuhan. Oleh karena itu kita perlu mengulas lebih dalam tentang penyakit ini. Supaya dapat membantu proses penyembuhan dan memberikan rasa nyaman dan aman terhadap klien.
1.2       RUMUSAN MASALAH
1.2.1    Bagaimana konsep irritable bowel syndrome?
1.2.2    Bagaimana konsep proses keperawatan pada klien dengan gangguan irritable bowel syndrome
1.3       TUJUAN
1.3.1  Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan irritable bowel syndrome.
1.3.2      Tujuan khusus
1.                     Menjelaskan definisi dari irritable bowel syndrome
2.                     Menjelaskan klasifikasi dari irritable bowel syndrome
3.                     Menjelaskan etiologi dari irritable bowel syndrome
4.                     Menjelaskan manifestasi klinis pada irritable bowel syndrome
5.                     Menjelaskan klasifikasi dari irritable bowel syndrome
6.                     Mengidentifikasi patofisiologi dari irritable bowel syndrome
7.                     Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari irritable bowel syndrome
8.                     Menjelaskan penatalaksanaan dari irritable bowel syndrome
9.                     Menjelaskan proses keperawatan pada klien irritable bowel syndrome
10.                 Menjelaskan WOC dari irritable bowel syndrome
1.4       MANFAAT 
1.4.1    Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan irritable bowel syndrome sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah keperawatan pencernaan.
1.4.2   Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.



















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    PENGERTIAN
    Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan kondisi dimana motilitas usus halus dan usus besar tidak lazim sehingga timbul gejala tidak enak atau rasa sakit pada perut. Kelainan motilitas yang terjadi terutama mengenai usus besar, tetapi juga melibatkan keseluruhan traktus GI (Holdstock & Wright, 1991).
Irrtable Bowel Syndrome (IBS) adalah : istilah yang digunakan untuk menggambarkan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn, ditandai oleh peradangan kronis usus. Pada kolitis ulseratif, mukosaa, submukosa, usus terpengaruh; sedangkan pada penyakit Crohn, seluruh saluran pencernaan terlibat. Penyakit Crohn biasanya lebih parah dan tidak berespon dengan baik terhadap pengobatan, hal ini lebih cenderung terjadi pada anak-anak usia sekolah dan remaja disbanding pada bayi atau anak. (Holdstock & Wright, 1991).
2.2        ETIOLOGI
Berbagai penyebab dari IBS adalah sebagai berikut :
2.2.1        Sensitif inheren.
Gejala-gejala sering dapat ditelusuri dari masa anak-anak, selain itu sering ditemukan adanya riwayat penyakit dalam keluarga.
2.2.2    Diet.
IBS merupakan kelainan utama dalam masyarakat Barat dan jarang dihadapi oleh Negara dunia ketiga, defisiensi serat dalam diet berperan. Adanya beban karbohidrat yang berlebihan dapat melebihi kapasitas absorbsi dan penghasilan produk fermentasi dalam kolon, mungkin berperan dalam menimbulkan gejala-gejala IBS. Selain itu aktifitas lactase yang menurun dapat pula berpern pada sejumlah kecil penderita IBS dari defisiensi lactase.
2.2.2        Emosional (psikogenik).
Berbagai peneliti telah menemukan pentingnya faktor sters (psikologik) dalam etiologi dari IBS, akan tetapi tidak ada pola yang jelas pada penderita-penderita ini untuk membedakan mereka dari normal. Akibat dari stress, banyak penderita mengalami periode singkat dimana terjadi gejala-gejala abdominal ringan, sementara pada penderita lain mungkin nyeri dan melemahkan. Reaksi terhadap stress pada penderita IBS harus diperkirakan derajatnya dari pada macamnya. Pada sebagian kecil penderita, IBS memiliki penyakit yang mendasarinya.
2.3    MANIFESTASI KLINIS
Seringkali tidak ada tetapi ada nyeri  tekan diatas kolon, teraba kolon yang spastic dan massa feses dalam kolon. Gejala-gejala nyeri pada bagian abdomen dan perubahan dalam kebiasaan buang air besar dapat dihubungkan dengan kelainan tonus otot dinding usus.
Nyeri abdomen dengan derajat penyakit memiliki spectrum yang luas. Eksaserbasi dan remisi khas, biasanya sukar untuk lokalisasi, sering mengenai daerah fosa iliaka dan hipogastrium kiri. Digamabarakan sebagai suatu keluhan mencekam (gripping), kejang (cramping), panas dan berdenyut. Rasa distensi atau penuh sering kali dirasakan setelah makan – walapun nyeri IBS kurang berhubungan dengan makanan dan kadang mengganggu tidur. Eksraserbasi akan terjadi dengan adanya stress, penyakit, diet, dan pramenstruasi;gejala lain berhubungan dengan kerja usus yang tidak teratur dari diare sampai konstipasi dan dengan perubahan diantara kedunya, tetapi biasanya salah satu lebih menonjol dibandingkan dengan yang lainya.sering terjadi pengeluaran mucus, bila ditemukan keluarnya darah tidak boleh diperkirakan sebagai IBS.
Menurut Anonim, 2010. Ada beberapa gejala yang pada umumnya menyertai irritable bowel syndrome. Diantaranya adalah :
1.      Ketidak normalan frekuensi defeksi
2.      Kelainan bentuk feses
3.      Ketidaknormalan proses defekasi (harus dengan mengejan, inkontenensia defekasi, atau rasa defekasi tidak tuntas)
4.      Adanya mucus atau lender
5.      Kembung atau merasakan distensi abdomen dan sangat bervariasi
6.      Ditemukan keluhan diare dengan lendir, darah, kembung, nyeri abdomen bawah
7.      Sembelit
8.      Sering buang angin
9.      Sendawa
10.  Konstipasi
2.4    PATOFISIOLOGI
Stres, diet, bakteri, kuman, jenis makanan dan reaktifitas usus yang abnormal dapat menyebabkan IBS.Stres dapat memicu gejala IBS. Ketika seseorang mendapatkan masalah yang menyita pikirannya, maka hal ini dapat mempengaruhi sel- sel saraf dan menjadikan kekejangan pada usus. Kekejangan usus ini dapat mengantarkan kita pada penyakit irritable bowel syndrome. Apalagi  stress ini berkepanjangan.
Diet yang tidak benar juga dapat memicu adanya IBS. Apabila pola makan seseorang itu sangat besar atau tidak teratur apalagi keadaan pencernaannya bermasalah maka dapat  menyebabkan kram dan diare.  Setelah itu dapat membuat seseorang itu terkena IBS.
Yang ketiga adalah abnormalitas reaksi usus. Ketidaknormalan gerakan usus ini dapat disebabkan oleh berbagai banyak hal diantaranya : asupan makanan yang masuk, mikroorganisme dan stres. Ketidaknormalan gerakan usus ini apabila terlalu lambat akan menyebabkan sembelit, dan jika terlalu cepat akan menyebabkan diare.
Intoleransi makanan juga dapat menyebabkan datangnya penyakit IBS ini. Jika seseorang alergi terhadap suatu makanan tertentu, maka dapat menyebabkan gangguan usus dan menjadikan irritabel bowel syndrome.Selain itu bakteri juga dapat memberikan efek tertentu terhadap usus dan dapat menyebabkan IBS.
2.5        Pemeriksaan penunjang
2.5.1        Penyebab mekanik dan obstruksi harus dilakukan dengan pemeriksaan rontgen kontras dan endoskopi.
2.5.2        Kelainan mukosa diperiksa dengan rontgen kontras dan biopsi mukosa.
2.5.3        Jika diare masalah utama, evaluasi malabsorbsi, dengan pemeriksaan kimia darah dan gambaran hematologic harus dilakukan.
2.5.4        Kelainan metabolic harus dicari dengan tes fungsi tiroid dan kimia darah.
2.5.5        Kelainan vascular kolagen diperikssa dengan tes serologic
2.5.6        Pemeriksaan spesifik untuk neuropati otonom harus dilakukan jika dicurigai dari anamnesis dan pemeriksaaan fisik.
Jika pemeriksaan-pemeriksaan ini menunjukkan gangguan motilitas, tentukan apakah gejala yang ada merupakan akibat komplikasi (missal bakteri tumbuh lampau), dan identifikasi daerah yang terkena dengan pemeriksaan pengosongan lambung, pemeriksaan motilitas usus halus, pemeriksaan motilitas kolon, dan / atau pemeriksaan anorektal

2.6    PENATALAKSANAAN
Berikut adalah tindkan yang diperlukan untuk merawat penderita IBS.
2.6.1              Pemberian pendidikan kesehatan. Penjelasan mengenai kelainan dengan terinci akan mengembalikan rasa percaya diri dan cukup bagi penderita untuk memutuskan lingkaran gejala ansietas. Penentraman perlu diberikan kepada klien dengan IBS, sejumlah penderita mungkin mendapat manfaat dari rujukan ke psikiatarik resmi dan atau psikoterapi.
2.6.2              Diet tinggi serat. Nasihat diet tentang peningkatan masukan serat. Manipulasi diet sering dicoba oleh penderita dan banyak makanan mungkin telah disingkirkan dari diet mereka. Umumnya diet tidak boleh dibatasi dan dianjurkan pola makan yang santai. Pemberian jumlah serat yang meningkat dalam diet (7 gram) atau sama denga 20 gram gandum mungkin bermanfaat bagi penderita- dnegan konstipasi sebagai gejala yang menonjol. Pengobatan untuk IBD biasanya mencakup tinggi protein,tinggi kalori, rendah lemak, rendah serat dananti-inflamasi . (Speer, 1999)
2.6.3              Medikasi. Penggunaan obat pemberian massa (bulking) intermiten. Bulking Agens (seperti koloid hidrofilik) bekerja dengan cara yang sama seperti serat dan mengkin bermanfaat pada penderita konstipasi. Laksatif stimulant tidak berperan dalam penanganan penderita, karena tidak efektif dalam pengobatan. Obat antidiare (seperti loperamide) mungkin berguna sebagai tindakan untuk menghindarkan ketidaknyamanan social. Obat antispasmodic (seperti antikolinergik dan mebeverine) tidak diragukan bermanfaat pada golongan penderita yang relative kecil, yang hany dapat diketahui dari percobaan teraupetik. Pemberian antidepresan harus dibatasi pada mereka yang diketahui menderita penyakit depresi, dimana sering sebagian besar gejala-gejala IBS membaik. Sedatif, seperti benzodiazepine, tidak boleh diberikan sebagai pengobatan jangka panjang.
2.7      Intervensi Terbaru :
Minyak peppermint: enterik dilapisi peppermint telah kapsul telah diusulkan untuk IBS dalam gejala orang dewasa dan anak-anak. Ada bukti yang baik dari efek yang menguntungkan dari kapsul dan dianjurkan bahwa peppermint akan diujicobakan pada semua pasien sindrom iritasi usus besar. Keselamatan selama kehamilan belum didirikan bagaimanapun dan hati-hati diperlukan bukan untuk mengunyah atau memecahkan lapisan enterik dinyatakan refluks gastroesophageal mungkin terjadi sebagai akibat dari sfingter esofagus bawah relaksasi. Kadang-kadang mual dan perianal pembakaran terjadi sebagai efek samping.
Iberogast: multi-herbal ekstrak Iberogast ditemukan secara bermakna lebih unggul dengan plasebo baik melalui skala nyeri perut dan skor gejala IBS setelah empat minggu pengobatan.
Hanya ada bukti terbatas untuk efektivitas obat herbal lain untuk sindrom iritasi usus besar. Seperti semua rempah-rempah adalah bijaksana untuk waspada terhadap interaksi obat mungkin dan efek samping.
·         Kelemahan
Kadang-kadang mual dan perianal pembakaran
·         Keungguan







2.8      WOC
 






























BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1         PENGKAJIAN KEPERAWATAN
3.1.1           Gastroinstetinal
1.                  Sakit perut dan kram (penyakit Crohn)
2.                  Kehilangan berat badan (penyakit Corhn)
3.                  Distensi abdomen
4.                  Anoreksia
5.                  Diare (colitis ulseratif)
6.                  Vomiting
7.                  Tinja berdarah (kolitis ulseratif)
8.                  Stomatitis
3.3.2        Muskuloskeletal
1.                  Fatigue atau kelelahan
2.                  Arthralgia (nyeri sendi)
3.                  Arthritis
3.3.3        Endokrin
Perkembangan seksual sekunder tertunda.
3.3.4        Hematologi
1.                  Anemia.
3.3.5        Integumen
1.                    Pucat
2.                  Dehidrasi
3.                  Lesi
3.2    DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kecemasan (anak dan orang tua) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, studi diagnostic, dan pengobatan yang diharapkan.
Kriteria Hasil :

Kecemasan anak dengan orang tua berkurang dibuktikan dengan  mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, studi diagnostik, dan pengobatan yang diharapkan.

·      Kecemasan anak ringan .
Laboraturium :
·      Tidak ada kelainan mekanis dan
obstruksi .
·      Tidak ada kelainan mukosa
·      Tidak ada diare
·      Tidak ada kelainan metabolic
·      Tidak ada kelainan vascular.

Intervensi :

§ Menjelaskan kepada orang tua dan anak (bila sesuai) tentang anatomi dasar dan fisiologi dari atas dan bawah saluran GI, juga menjelaskan bagian makanan yang normal melalui sistem GI, memberikan perhatian khusus terhadap aspek gizi dan fungsi dari usus kecil dan besar. Gunakan alat bantu visual, bila tersedia, selama penjelasan. Memahami fungsi normal sistem GI membantu orang tua dan anak untuk lebih memahami fungsi abnormal yang terjadi pada penyakit inflamasi usus. Alat bantu visual membantu meningkatkan retensi informasi.
§ Berikan orang tua dan anak jadwal pemeriksaan diagnostik, seperti pemeriksaan gastrointestinal atas yang memerlukan barium enema dan pemeriksaan endoskopi gastrointestinal atas dan bawah, serta biopsi. Pengetahuan dapat menurunkan kecemasan dan ketakutan.
§ Jelaskan masing-masing jadwal pemeriksaan diagnostik untuk orang tua dan anak; mencakup informasi tentang persiapan untuk uji diagnostik, berapa lama pemeriksaan akan berlangsung, dn perawatan setelah pemeriksaan.
§ Memahami tujuan dan prosedur untuk setiap pemeriksaan membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerjasama anak, hal ini juga membantu para orang tua untuk mendukung anak-anak mereka, sementara ia mempersiapkan dan menjalani  tes dab untuk mengambil bagian dalam mengasuh anak setelah uji diagnostic.
§ Mengajarakan pentingnya orang tua memberikan diet tinggi protein, tinggi kalori, rendah lemak, dan rendah serat untuk mempromosikan gizi maksimum yang  dapat diabsorbsi. Diet semacam memastikan bahwa anak menerima gizi yang cukup selama periode penyakit akut serta penyembuhuan. Pola makan tinggi kalori, tinggi protein, dan rendah lemak menggantikan nutrisi yang hilang melalui seringnya diare dan anoreksia. Sebuiah diet rendah serat mengurangi iritasi usus, memungkinkan untuk penyembuhan.
§ Menjelaskan kepada orang tua dan anak tentang tujuan, penggunaan, dosis, dan potensi efek samping agen anti-inflamasi (sulfasalazine [Azulfidine], kortikosteroid). Agen anti-inflamasi mungkin diperintahkan untuk membantu mengurangi peradangan, sehingga memungkinkan usus untuk beristirahat. Mengajarakan orang tua dan anak tentang regimen pengobatan untuk membantu meningkatkan kepatuhan terhadap terapi dan monitoring terhadap reaksi merugikan.
§ Memberikan informasi tentang perlunya operasi dan penempatan dari kantong kolostomi. Jelaskan bahwa operasi diperlukan untuk menghapus daerah yang meradang dan untuk menciptakan kolostomi untuk eliminasi normal. Jelaskan juga tujuan dan tampilan kolostomi serta rincian penggunaan cairan IV dan pengendalian obat nyeri. Informasi yang membantu orang tua dan anak untuk memahami dan lebih baik tentu saja mengantisipasi potensi penyakit, mengurangi kecemasan mereka.
§ Mendorong orang tua dan anak untuk mengespresikan perasaan mereka tentang perlunya sebuah kolostomi. Ajak mereka untuk bertemu dengan orang tua dan anak-anak lain dengan masalah yang sama. Karena sering kali kolostomi memiliki efek pada citra tubuh , anak dan orang tua mungkin mengalami kesulitan berurusan dengan perasaan mereka. Pertemuan orang lain yang memiliki masalah yang sama dapat membantu untuk mengurangi kecemasan.
§ Mendorong orang tua dan anak untuk bertanya tentang penyakit, tes diagnostik, atau pengobatan; dan diharapkan selama sesi pengajaran untuk menuliskan pertanyan lebih lanjut. Mengajukan pertanyaan selama sesi pengajaran memungkinkan untuk tanggapan segera. Menuliskan pertanyaan yang terjadi memastikan perawat akan kejelasan informasi terkait di kemudian hari.
§ Berikan minyak peppermint untuk mengunyah atau memecahkan lapisan enterik dinyatakan refluks gastroesophageal mungkin terjadi sebagai akibat dari sfingter esofagus bawah relaksasi




2.Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan penyerapan

Kriteria hasil :

Anak telah meningkatkan status gizi, dibuktikan oleh peningkatan konsumsi dan penambahan berat badan.
Status gizi :
IMT : normal
HB : 12,5 mmhg
BB : ideal
AIB : normal
Nafsu makan : baik
Kalori : 10 lg
Intervensi :

§ Menjaga diet tinggi protein, tinggi kalori, rendah lemak, dan rendah serat. Ekstra protein dan kalori protein dan membantu menggantikan darah yang hilang karena ulserasi usus dan menggantikan  darah yang hilang karena ulserasi usus dan mengembalikan kalori yang hilang karena diare. Diet rendah lemak dan rendah serat mengurangi iritasi usus yang dapat menyebabakan diare.
§ Rencanakan diet gizi melalui metode altrnatif (seperti tinggi protein, tinggi karbohidrat, tinggi vitamin diet cairan: jangka pendek ; perifer nutrisi parenteral  total (TPN) selama 1 hingga 2 minggu, atau jangka panjang, garis tengah (TPN) trapi) selama periode aksaserbasi. Selama penyakit akut, anak mungkin memerlukan metode makan alternative untuk menjamin gizi yang memadai. Diet cairan oral menggantikan kehilangan nutrisi anak  sementara asupan oral terbatas.  Anak mungkin memerlukan TPN jangka panjang jika dia telah kronis diare, kehilangan cairan atau ketidakseimbangan terhadap perubahan konsistensi tinja, melena, sakit perut, kambung, mual dan muntah, dan demam. Monitor nilai laboratorium (hitung darah lengkap dan elektrolit, urea nitrogen darah dan kadar glukosa), melaporkan perubahan apapun dengan segera; temuan ini mungkin sinyal infeksi, gangguan GI, atau ketidakseimbangan elektrolit.
§ Berkonsultasi dengan ahli gizi rumah sakit saat merencanakan makanan anak, dan melayani beberapa makanan kesukaannya anak jika diperbolehkan. Berkonsultasi dengan ahli diet memastikan bahwa anak menerima makanan cukup dan seimbang. Melayani beberapa makanan kesukaan anak akan membantu memastikan bahwa ia makan sebagian besar dari makanan.




3.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit, penggunaan obat-obatan, dan perlunya kolostomi.
Kriteria Hasil :

Anak menunjukan citra tubuh yang positif, dibuktikan dengan menunjukan perawatan diri, seperti kebersihan dan perawatan pribadi, dan mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan kolostomi.
Intervensi :

§ Anjurkan anak dan orang tua untuk melaporkan reaksi merugikan terapi kortikosteroid-seperti jerawat, perubahan berat badan dan suasana hati-segera. Jerawat dan perubahan berat badan dapat menghancurkan anak, terutama remaja dan suasana hati dapat menakutkan. Pelaporan reaksi merugikan ini ke dokter memungkinkan untuk segera dilakukan pengobatan mengurangi dampak fisik dan emosional.
§ Menyiapkan anak untuk kemungkinan opersi kolostomi dan kebutuhan kolostomi. Merujuk anak dan orang tua untuk sebuah kelompok pendukung ostomi lokal untuk konseling berkelanjutan, jika diperlukan. (Lihat kolostomi dan ileostomi), karena kebutuhan untuk kolostomi mungkin memiliki efek psikologis, sehingga orang tua dan anak-anak memerlukan pendidikan, kesabaran, dukungan, dan waktu untuk meneriama kondisi. Kelompok ostomi lokal memberikan dukungan dan pengetahuan tentang cara-cara untuk berurusan dengan efek gambaran tubuh yang berubah.
§ Dorongan anak untuk berpartisipasi secara teratur dalam suatu program latihan, olahraga, atau hobi dengan anak-anak lain seusianya; juga mendorong partisispasi di sekolah, gereja, dan kegiatan di masyarakat. Kegiatan tersebut membantu mengalihkan perhatian anak dari penyakit dan membantu menurunkan mengubah citra tubuhnya. Minat dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan dengan anak-anak lain membantu anak untuk mempertahankan citra diri yang sehat dan gaya hidup.



4.Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan rumah
Kriteria hasil :

Orang tuan dan anak mengungkapkan pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah dan mendemonstrasikan prosedur perawatan di rumah.
Intervensi :

§  Ajarkan orang tua dan anak mengenai tujuan dan pentingnya perawatan kolostomi yang tepat, termasuk menjaga dan membersihkan kantong-kantong kolostomi, menggunakan solusi irigasi, dan mempertahankan kulit (lihat bagian ‘’kolostomi). Orang tau dan anak harus tahu bagaimana mearawat kolostomi untuk mencegah kerusakan kulit dan infeksi, serta untuk memastikan fungsi usus.
§ Jelaskan pentingnya mempertahankan diet yang tinggi protein, tinggi kalori, rendah lemak, dan rendah serat. Ekstra kalori dan protein membantu untuk melengkapi nutrisi yang hilang melalui saluran pencernaan. Tingkat penurunan lemak dan serat dalam diet membantu mengendalikan diare.
§ Keluarga memberikan petunjuk yang mereka bisa berikan kepada anak, guru, perawat sekolah, dan setiap orang lain yang mungkin peduli pada anak, karena mereka memerlukan informasi mengenai perawatan yang mungkin diperlukan anak.
















BAB 4
PENUTUP
4.1              KESIMPULAN
Irrtable Bowel Syndrome (IBS) adalah : istilah yang digunakan untuk menggambarkan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn, ditandai oleh peradangan kronis usus. Pada kolitis ulseratif, mukosaa, submukosa, usus terpengaruh; sedangkan pada penyakit Crohn, seluruh saluran pencernaan terlibat. Penyakit Crohn biasanya lebih parah dan tidak berespon dengan baik terhadap pengobatan, hal ini lebih cenderung terjadi pada anak-anak usia sekolah dan remaja disbanding pada bayi atau anak.
Diet yang tidak benar juga dapat memicu adanya IBS. Apabila pola makan seseorang itu sangat besar atau tidak teratur apalagi keadaan pencernaannya bermasalah maka dapat  menyebabkan kram dan diare.  Setelah itu dapat membuat seseorang itu terkena IBS.
Yang ketiga adalah abnormalitas reaksi usus. Ketidaknormalan gerakan usus ini dapat disebabkan oleh berbagai banyak hal diantaranya : asupan makanan yang masuk, mikroorganisme dan stres. Ketidaknormalan gerakan usus ini apabila terlalu lambat akan menyebabkan sembelit, dan jika terlalu cepat akan menyebabkan diare.
4.2                  SARAN
4.2.1     Seorang perawat hendaknya memberikan suatu health education kepada masyarakat agar IBS dapat terminimalisir.
4.2.2     Masyarakat hendaknya berperilaku hidup sehat sehingga memungkinkan  penyakit-penyakit khususnya diare bisa dihindari dan masyarakat dihimbau untuk mengerti terhadap bahaya penyakit khususnya penyakit IBS.







DAFTAR PUSTAKA
Sodikin. Asuhan keperawatan anak (gangguan system gastrointestinal dan hipatobilier), Salemba Madika. Jakarta 2011.